Monday, 9 November 2015

NASEHAT KEMATIAN


Kehidupan berjalan begitu cepat tanpa terasa. Waktu terus berputar. Detik demi detik, menit demi menit, jam berubah menjadi hari, hari menjadi minggu, minggu menjadi bulan, dan tanpa terasa kalender pun berganti. Nyaris semuanya itu terjadi, tanpa banyak yang kita sadari, bahwa umur kita semakin menipis adanya.
Rasanya baru kemarin kita memiliki tubuh yang tegap, tulang yang kokoh, kulit yang kencang, tapi sekarang badan itu sudah mulai membungkuk di bungkus kulit yang keriput. Rasanya baru kemarin kelincahan masa muda kita rasakan, tapi kini lemah dan lelahnya hidup sudah terasa di badan. Satu persatu penyakit menghinggapi. Mata rabun, pendengaran berkurang, ketajaman ingatan terganggu. 

Ya, senja kehidupan telah mulai menjelang. Yang kesemuanya itu adalah tanda dari sekian tanda yang Allah berikan kepada kita, itu adalah peringatan dari sekian peringatan yang dikirim oleh ar Rahman, bahwa setiap jiwa pasti akan bertemu dengan akhir kehidupan. Itulah kematian.

Namun hawa nafsu kita yang liar menampik semua kenyataan itu. Kita berusaha mengingkarinya. Menghibur diri dengan membuang jauh-jauh ingatan akan datangnya kematian. Kita lebih suka mengingat dan memikirkan aktivitas dan rutinitas keseharian. Besok makan apa dan dimana, esok hari berhias dengan dandanan dan pakaian jenis apa, esok hari mengumpulkan uang dengan cara apa dan bagaimana, demikian seterusnya. Bagi kita menyebut dan mengingat kematian adalah aib yang tercela. Bahkan jika ada orang yang menyebutkan tentang kematian dan dikait-kaitkan dengan diri kita, kita akan marah dan boleh jadi akan mengusirnya.

Bahkan meskipun pengingat dari-Nya silih berganti kita saksikan, namun tidak ada satupun yang mampu menyadarkan. Kita menyaksikan bendera putih yang berkibar, kita menyaksikan jenazah yang diusung kepemakaman, bahkan kita juga turut mengantarkannya, kita menyaksikan jenazah yang teronggok kaku bahkan kita turut menshalatinya. Namun, kesemuanya itu bagi kita dan kebanyakan orang berlalu tanpa makna, tidak terlintas sedikitpun bayangan dan gambaran bahwa akan tiba jua gilirannya.

Yah, ini karena kebanyakan orang telah menvonis kematian sebelum kematian menvonis dirinya. Dengan vonis, bahwa maut tidak akan datang kepada kita kecuali terlebih dahulu meminta izin dan restu kita. Ya, maut itu bukan untuk dirinya, ia untuk dan milik orang lain. Maut itu silahkan mengetuk pintu rumah orang, namun ia tidak akan mengetuk pintu rumahnya. Silahkan ia menghampiri ranjang orang lain, dan ia tercegah dari ranjang tidurnya.

Lupakah kita akan peringatan Allah ta’ala,
وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ
"Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui apa yang akan diusahakannya esok hari. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia kelak akan meninggal dunia…” (QS. Luqman: 34).

أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS An-Nisa :78)

Atau sebagian kitaberanggapan bahwa mati itu bukan untuk diingat. Karena bisa melemahkan semangat dan membuat malas berusaha. Benarkah demikian ? Tidak, justru dengan banyak dzikrul maut, ia akan menkokohkan dan menguatkan semangat, menyegarkan kembali jiwa yang lesu, meluruskan tujuan dan target yang melenceng. Karena itulah Rasulullah shalallahu’alahi wasallam bersabda, “Perbanyaklah oleh kalian mengingat penghancur kenikmatan, yaitu kematian.”

Dan beliau -shalallahu’alahi wasallam - mengatakan, bahwa orang yang paling cerdas dalam menjalani kehidupan, adalah mereka yang paling banyak mengingat kematian.
Semoga bermanfaat. © AST

No comments:

Post a Comment