Tuesday 25 December 2018

PURA-PURA SAKIT

Sebagaimana kita ketahui dimasa kekhalifahan Islam, fasilitas publik seperti rumah sakit memberikan pelayanan secara gratis. Bukan hanya gratis, bahkan pasien yang telah sembuh dapat semacam upah pengganti karena selama sakit dia tidak bisa bekerja.

Desain rumah sakit juga sangat nyaman, lengkap dengan taman, perpustakaan dan beberapa wahana permainan. Hingga tahukah anda, ada saja orang sehat pada masa itu yang iseng dengan berpura-pura sakit ? Agar bisa mencicipi layanan gratis tersebut.

Seperti kisah unik yang dituturkan oleh seorang pakar sejarah kenamaan Khalil Syahin Al Dzahir kala ia berkunjung ke salah satu rumah sakit di Damaskus tahun 831 H. Dia mendapati seseorang yang berpura-pura sakit di rumah sakit tersebut. Meski dokter tahu bahwa si pasien sebenarnya tidak sakit, tapi pihak rumah sakit tetap memberikan peyanan kepadanya secara sempurna.

Setelah tiga hari berlalu, dokter menuliskan resep kepadanya yang isinya : “Maaf, tamu tidak boleh bermukim lebih dari tiga hari.”

IBUMU

Bertutur kata lembut, merangkai ucapan berupa kalimat manis nan indah adalah perintah agama yang harus ditunaikan setiap anak kepada ibunya. Tidak hanya pada hari tertentu, tapi disetiap tempat dan disemua waktu.

Dan jangan sampai kita lupa, bahwa seorang ibu memiliki hak yang jauh lebih besar dari sekedar kata - kata dan ucapan selamat dari anak-anaknya, terlebih lagi dari anak laki-lakinya.

Seorang ibu berhak untuk mendapatkan doa tersyahdu, perlakuan terbaik, dicukupi saat kekurangan dan mendapatkan kelembutan sikap dari setiap anak yang pernah ia lahirkan ke dunia ini. Maka jangan sampai engkau tertipu, merasa telah menunaikan semua baktimu, hanya karena pandai merangkai kata untuknya dihari ibu.

Bahkan seandainya semua waktu kita gunakan untuk melayaninya, bongkahan emas sebesar gunung kita berikan sebagai hadiah untuknya, itu bahkan tak sepadan untuk mengganti setetes air susu darinya dan rintih deritanya saat ia melahirkan kita kedunia.

═══ ❁✿❁ ═══

Seseorang datang kepada Rasulullah, lalu bertanya, “Ya Rasul, siapakah orang yang paling berhak untuk aku pergauli dengan sebaik-baiknya?”

Sabdanya. “Ibumu”, lalu ia bertanya, “Kemudian siapa?” Sabdanya, “Ibumu,” Kemudian bertanya “Siapa lagi?” Sabdanya “Ibumu.” Kemudian ia bertanya, “Lalu siapa?” Sabdanya, “Ayahmu.” (HR. Bukhari).

Sunday 1 July 2018

PENYEBUTAN MANUSIA DAN JIN DALAM AL QUR'AN


            Diantara bentuk keunikan sekaligus keagungan kalimat dari ayat-ayat al Qur’an adalah : ketika menyebut sesuatu yang diawalkan pasti ada keutamaan atau kekhususan daripada sesuatu yang disebut belakangan.

Kita ambil salah satu contohnya, yakni ketika al Qur’an menyebut Jin dan manusia. Disurah al Isra ayat ke 88, kata manusia disebut lebih dahulu, sedangkan disurah ar Rahman Jin yang pertama kali disebut, berikut ayatnya : 

قُل لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ الإِنسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَن يَأْتُواْ بِمِثْلِ هَـذَا الْقُرْآنِ لاَ يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ
Katakanlah, “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) al-Quran ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya.” (QS.Al-Isra’: 88)

يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَن تَنفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانفُذُوا
“Wahai golongan jin dan manusia! Jika kalian sanggup menembus penjuru langit dan bumi, maka tembuslah.” (QS.Ar-Rahman: 33)

 Apa ibrahnya ?
            Disurah al Isra ketika al Qur’an berbicara tentang kemampuan linguistik, maka manusia yang dissebut terlebih dahulu dari jin, hal ini karena kemampuan manusia dalam urusan kefasihan berbicara, sastra dan menjelaskan perkataan lebih besar dari kemampun jin.
            Namun ketika diayat berikutnya saat berbicara tentang kemampuan untuk menembus penjuru langit dan bumi, jinlah yang disebut terlebih dahulu, Karena bangsa in secara umum lebih mampu melakukannya daripada manusia.  Sebab  mereka memiliki kecepatan bergerak menembus menembus langit dan tempat-tempat yang jauh.

وَأَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ
“Dan sesungguhnya kami (jin) dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mencuri dengar (berita-beritanya).” (QS.Al-Jin: 9)
Wallahu a’lam.

Wednesday 27 June 2018

PERBEDAAN PERLINDUNGAN MU’AWIDZATAIN


            Mari sejenak kita perhatikan surah al Mu’awidzatain, yakni al Falaq dan an Nas. Dua surah ini memiliki fadhilah jika dibaca akan melindungi pembacanya dari keburukan, dalam hadits disebutkan : “Setelah turunnya dua surah ini, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melengkapkan kedua-duanya sebagai bacaan untuk membentengi dari pandangan buruk jin maupun manusia.” (HR. Tirmidzi)

            Kita akan dapati fakta berikut ini : Dalam surah al Falaq, kita meminta perlindungan kepada Allah satu kali dari tiga jenis keburukan,s edangkan dalam surah an Nas, kebalikannnya, kita meminta kepada Allah perlindungan sebanyak tiga kali untuk satu keburukan. Perhatikan :

Surah al Falaq

Sekali meminta perlindungan
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ
Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh.”
Berlindung dari tiga hal
وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ
 “Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita.”
وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ
 “Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul.”
وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ
“Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.”

Surat An-Nas    

Meminta perlindungan dengan tiga sifat Allah :  
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ
Katakanlah: “Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.”
مَلِكِ النَّاسِ
 “Raja manusia…”
إِلَهِ النَّاسِ
“Sembahan manusia…”

Sementara yang kita ingin berlindung darinya hanya satu yaitu :      
مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ
 “Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi.”

Kenapa demikian ?

            Para ulama menjelaskan karena pada surat Al-Falaq kita memohon perlindungan kepada Allah untuk hal yang bersifat keselamatan fisik diri kita, dari keburukan yang sifatnya jasmaniyah Sedangkan pada Surat An Nas kita memohon perlindungan untuk keselamatan agama, yakni dijauhkan dari bisikan syetan.

            Demikianlah, keselamatan agama lebih penting dari keselamatan yang bersifat jasmaniyah lahiriyah. =Wallahu a’lam.

PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN


Dalam al Qur’an kata Sam’u (pendengaran) dan Bashor (penglihatan) sering disebut secara beriringan. Namun ada yang unik, lafadz ayat selalu memposisikan keduanya dengan :

1.     Pendengaran selalu didahulukan penyebutannya dari penglihatan, contoh ayat :

وَٱللَّهُ أَخۡرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ شَيۡ‍ٔا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَٰ

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran dan penglihatan.”
(QS. An Nahl :78)

2.     Pendengaran selalu disebut dalam bentuk tunggal (mufrad) sedangkan penglihatan disebut dalam bentuk jama’ (banyak).

Lihat ayat diatas, pendengaran disebut dengan السمع (tunggal) bukan الأسماع (jama’). Sedangkan penglihatan disebut dengan kata الأبصار (jama’), padahal bentuk tunggalnya البصر.
Contoh ayat lainnya :
يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلَا أَبْصَارُكُمْ
“Dari persaksian yang dilakukan oleh pendengaranmu, dan penglihatan-penglihatan kalian…” (Q.S. Fushshilat: 22)

Kata pendengaran pada ayat diatas juga menggunakan kata sam’u (tunggal) sedangkan penglihatan menggunakan kata Abshor (jama’).

Apa hikmahnya ?

Hikmah sam’u didahulukan dari Bashor

Hal ini karena  panca indra manusia yang pertama kali berfungsi ketika dilahirkan adalah pendengaran, dan penglihatan akan berfungsi belakangan. Bahkan menurut beberapa ahli, Janin di rahim sudah dapat mendengar, sementara bayi yang lahir butuh beberapa waktu untuk dapat melihat.

Hikmah sam’u disebut tunggal dan Bashor bentuknya jama’ 

Sebabnya ternyata pendengaran hanya bisa fokus terhadap satu objek dalam satu waktu, sementara penglihatan bisa menangkap banyak objek. Telinga hanya dapat fokus kepada satu suara sementara mata dapat melihat banyak hal dalam sekilas.

Cobalah mengujinya, minta beberapa orang untuk berkata-kata dengan kalimat berbeda secara bersamaan, pasti hasilnya kita akan kesulitan menangkap semua perkataan.
Selanjutnya, mintalah beberapa orang berbuat sesuatu dihadapan kita dalam aksi yang berbeda-beda, kemungkinan besar kita akan bisa menangkap semua dan bahkan bisa menceritakan kembali.

Wallahu a’lam.