Saturday 24 December 2016

KEADILAN ISLAM



Ketika kunci istana al Hamra diserahkan oleh Sultan Muhammad As-Shaghir kepada Raja Ferdinand pada 2 Januari 1492 M itu menjadi pendanda berakhirnya kekuasaan Islam di Spanyol. Namun menjadi sebuah awal sejarah kelam muslimin disana, karena saat itulah diawali sebuah tragedi diberi kemanusian,muslimin diberikan dua opsi, mameluk agama Nasrani atau pergi meninggalkan bumi Spanyol. 

Menetap di Spanyol dengan tetap memeluk agama islam sama artinya dengan bunuh diri. Sehingga banyak kaum muslimin yang memilih meninggalkan Spanyol, namun tidak sedikit yang memilih pindah agama secara dzohir namun tetap menjalankan ajaran islam dengan sembunyi-sembunyi. Mereka inilah yang kemudian dikenal sebagai kaum Moriscos.
Dan tidak pakai lama kaum Moriscos diusir dan dibantai disana. Sehingga Islam yang pernah 700 tahun mendiami Eropa seakan tidak pernah ada disana.

Info ini sampai kepada Klaifah Islam Sultan Salim I, yang meneyababkan beliau marah besar. Ia kemudian mengeluarkan dekrit yang berisi perintah kepada seluruh penganut Yahudi dan Nasrani yang tinggal didaerah kekuasaan Islam untuk memilih satu dari dua opsi, tinggal menetap dengan catatan memeluk agama Islam, atau pergi meninggalkan Tanah kekhalifaan.

Namun dekrit ini ditolak oleh para ulama, mereka mendatangi Sultan dan menasehatinya. Bahkan Mufti agung kala itu menjelaskan bahwa dekrit tersebut tidak boleh dilaksanan sedikitpun sekalipun kaum muslimin disembelih di negeri-negeri Salib. Mufti juga menjelaskan bahwa selamanya tidak ada paksaan dalam beragama.
 Akhirnya Sultan Salim menarik putusannya dan membiarkan penganut Yahudi dan Nashrani tinggal dengan aman dan damai dibawah pemerintahannya.


Tuesday 6 December 2016

KEKAYAAN YANG DIABADIKAN



Bila sekarang berdiri megah sebuah hotel di kota Madinah dengan nama Ustman bin Affan, ternyata itu bukan cuma sekedar nama, tapi memang benar milik sayidina Ustman.
Semua itu bermula dari kisah nyata 14 Abad yang lalu. Setelah hijrah, jumlah kaum Muslimin di Madinah kian bertambah banyak. Diantara kebutuhan mendasar dan paling mendesak adalah ketersediaan air bersih untuk keberlangsungan hidup mereka sehari-hari. Kala itu sumur terbesar dan terbaik adalah sumur raumah, milik Yahudi yang pelit dan oportunis, yang menjual air tersebut. 

 Prihatin atas kondisi umatnya, Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam kemudian bersabda : “Siapa saja diantara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka akan mendapat surgaNya.” (HR. Muslim).

Adalah Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu yang kemudian segera bergerak untuk membebaskan sumur Raumah itu. Utsman segera mendatangi Yahudi pemilik sumur dan menawar untuk membeli sumur Raumah dengan harga yang tinggi. Sumur tersebut dibeli dengan total harga 40.000 dirham (sekitar Rp 2 milyar).

            Sumur itu kian berkembang. Pada masa-masa berikutnya sudah melebar menjadi kebun nan luas. Di masa pemerintahan Daulah Utsmaniah kebun wakaf Utsman bin Affan dirawat dengan baik dan kemanfaatannya tetap dikembalikan ke masyarakat.

            Dimasa kerajaan Saudi, perawatan kebun itu semakin baik. Di kebun itu tumbuh sekitar 2 ribuan pohon kurma. Melalui Kementerian Pertaniannya, kerajaan Saudi mengelola hasil wakaf perkebunan tersebut. Uang hasil panennya dibagi dua ; setengahnya dibagikan untuk keperluan fakir dan miskin, sedang separuhnya lagi di simpan di sebuah bank dengan rekening atas nama Usman bin Affan.

Kekayaan Utsman terus bertambah berlipat-lipat. Sampai akhirnya dibeli sebidang tanah di kawasan ekslusif dekat Masjid Nabawi. Di atas tanah tersebut kemudian dibangun sebuah hotel bintang lima. Saat  ini income tahunan diperkirakan mencapai lebih dari 50 juta riyal atau lebih dari 150 Milyar rupiah.

            Pengelolaan penghasilan tersebut tetap sama. Separuh untuk fi sabilillah, sedangkan separuhnya lagi disimpan dalam ‘untuk Utsman.’ 

Subhanallah orangnya telah wafat, hartanya masih terus berkembang berlipat-lipat di dunia dan akhirat.

Semoga bermanfaat.



Monday 5 December 2016

CINTA UMAR BIN ABDUL AZIZ YANG TIDAK KESAMPAIAN



Siapa yang tidak mengenal Umar bin Abdul Aziz.  Seorang khalifah yang lurus, pemimpin yang sangat wara’, zuhud, bersih, dan peduli pada rakyatnya. Beliau bahkan disebut-sebut sebagai khulafa’ur rasyidin ke-5, karena kesamaan manhaj kepemimpinan beliau dengan empat khalifah pertama penerus Rasulullah shalallahu’alaihi wasslam. 

Khalifah yang mulia ini ternyata memiliki cerita unik terkait kisah asmara yang dialami dalam kehidupannya. Yang memberikan keteladanan kepada kita bagaimana cinta beliau kepada Allah murni tidak tertandingi mengalahkan cinta kepada apapun dan siapapun.
Umar bin Abdul Aziz pada masa mudanya seperti selebriti yang digandrungi  banyak orang. Seorang pemuda tampan anak bangsawan, cerdas, shalih serta memiliki segudang prestasi. Bahkan Life style Umar bin Abdul Aziz kala itu sampai memunculkan icon : Cara berpakaian Umar, parfum Umar, gaya berjalan Umar, dan sebagainya.
DanUmar bisa dikatakan sukses dalam meraih semua cita –cita dan mewujudkan impian dalam kehidupannya.
Sewaktu masih lajang, ia bercita-cita memperistri Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan, putri cantik jelita anak khalifah yang sangat terkenal itu. Maka ia persiapkan dirinya sedemikian rupa, agar dapat memenangkan “kompetisi” dalam “memperebutkan” Fathimah binti Abdul Malik. Dan akhirnya, berhasil lah ia menikahi Fathimah.
Lalu, ia pun bercita-cita ingin menjadi gubernur Madinah, satu jabatan yang paling bergengsi pada zaman itu. Maka ia pun mempersiapkan diri sebaik-baiknya, baik dari sisi kapasitas moral maupun ilmu. Dan akhirnya, cita-cita ini pun berhasil ia raih.
Hingga kita ketahui kariernya berada dipuncak saat beliau diangkat menjadi khalifah.
Namun ada satu cita-cita Umar yang tidak pernah terwujud, yakni keinginannya untuk menikahi seorang wanita cantik jelita yang menjadi budak Istrinya, Fatimah. Cinta Umar yang begitu besar sebenarnya diketahui oleh Istrinya, namun karena kecemburuannya, Fatimah  tidak bersedia Umar berpoligami.
Sekian tahun cinta itu menggelora namun tidak pernah tersampaikan, Baik Umar maupun budak tersebut tidak melakukan hal apapun yang akan melukai hati Fatimah. Ketika Fatimah tidak menyetujui, mereka semua menahan diri. Ini cinta segitiga yang indah, Umar sangat mencintai Fatimah sebagaimana budak tersebut juga sangat mencintai tuan putrinya sebesar cintanya kepada Umar bin Abdul Aziz. Diriwayatkan budak tersebut sering menangis karena menahan cintanya kepada Umar bin Abdul Aziz.
Sampai setelah sekian lama berjalan. Fatimah merasa iba kepada suaminya. Dia tahu betapa Umar sangat mencintai budaknya tersebut. Sampai pada suatu malam ia mengutarakan maksudnya untuk menyerahkan budak tersebut kepadanya untuk dinikahi.
            Namun diluar dugaan, keinginan sang istri ditolak oleh Umar bin Abdul Aziz. Karena ternyata momentum penghibahan itu terjadi setelah beliau memiliki cita-cita baru ; segera ingin masuk syurga.
Sementara Umar bin Abdul Aziz tahu betul bahwa syurga itu diperuntukkan bagi seseorang yang memenuhi kriteria tertentu, yang diantaranya adalah firman Allah ta’ala : “Dan Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).” (Q.S. An-Nazi’at: 40 – 41).

Umar berkata, “Tidak wahai istriku, aku ingin menahan nafsu terbesarku itu, agar kelak Dia merahmatiku dengan syurgaNya.”
            Umar kemudian menyerahkan budak tersebut kepada salah satu prajuritnya. Namun prajuritnya tersebut menolak, karena dia tahu bagaimana cinta Umar kepada budak tersebut. Namun Umar bersikeras agar sang prajurit itu segera membawa pergi budak wanita itu. Budak perempuan itu pun menangis pilu seraya berkata : “Kalau begini jadinya wahai Amiral Mukminin, mana bukti cintamu selama ini ?”

Umar menjawab : “Cinta itu tetap ada di dalam hatiku, bahkan hari ini jauh lebih kuat daripada hari yang telah lalu. Akan tetapi, kalau aku menerimamu, aku khawatir tidak termasuk dalam golongan orang yang “menahan dirinya dari keinginan hawa nafsu.”
Fatimah pun turut menangis. Tangis yang ternyata kemudian bersambung dengan tangis kewafatan khalifah yang mulia Umar bin Abdul Aziz beberapa waktu kemudian.
Semoga Allah merahmatimu wahai Umar, engkau telah tinggalkan keteladanan yang berharga tentang cara menempatkan cinta.

Semoga bermanfaat.