Friday 8 December 2017

SEMUT


Siang yang melelahkan. Seharian menyelesaikan pekerjaan dan berbagai aktivitas yang serasa tak ada habis-habisnya. Kurebahkan tubuh di lantai depan televisi . Suhu yang sedikit panas memaksaku membuka kemeja dan membiarkan kulitku bersentuhan dengan sejuknya lantai.

Tapi baru saja beberapa menit berbaring, kala mataku sudah mulai terpejam, tiba-tiba aku merasakan sebuah sengatan kecil dipunggung. Sontak aku membalikan badan. Dan ternyata benar sesuai dugaakanku, seekor semut pelakunya. Semut kecil berwarna hitam tanpak merayap dilantai seperti tidak merasa telah melakukan kesalahan yang menurutku itu sebuah dosa besar karena mengganggu istirahatku.

Ingin rasanya kulayangkan tapak tangan ini untuk membuatnya mati tak berkutik 'gepeng' di lantai. Namun sebelum tanganku melayang, ia justru sudah mengacung-acungkan kepalan seperti menantangku bertinju. Kuturunkan kembali tanganku yang sudah berancang-ancang dengan jurus 'tepokan maut', kuurungkan niatku untuk menghajarnya karena kulihat mulutnya yang komat-kamit seolah mengatakan sesuatu kepadaku. Awalnya aku tidak mengerti apa yang diucapkannya, tapi lama kelamaan aku seperti memahami apa yang diucapkannya.

"He makhluk besar, anda menghalangi jalan saya! Apa anda tidak lihat saya sedang membawa makanan ini untuk keluarga saya di rumah ..." Rupanya ia begitu marah karena aku bukan saja menghambat perjalanannya, tapi punggungku telah menindihnya sehingga ia terpaksa harus menggigitku.

Akhirnya kupersilahkan ia melanjutkan perjalanannya. Susah payah ia membawa sesuatu yang ternyata itu sisa-sisa makanan bekas sarapanku pagi tadi yang belum sempat kubersihkan. Beban yang dibawa semut itu memang kelewat besar bila dilihat dari ukuran tubuhnya. Sehingga membuatnya kadang oleng ke kanan kadang ke kiri, sesekali ia berhenti meletakkan barang bawaannya mungkin untuk sekedar mengumpulkan tenaganya atau memperbaiki posisi beban yang dibawanya. Iba juga hati ini dibuatnya.

Kantuk yang tadi menyerang tiba-tiba hilang berganti dengan penasan. Kuikuti terus kemana semut mungil itu pergi. Rasanya aku ngin tahu di pojok mana ia tinggal dari bagian rumahku ini. Semut itu berhenti di sebuah sudut di samping lemari es sebelah dapur. Di depan sebuah lubang kecil yang menganga, ia letakkan bawaannya itu dan kulihat seolah ia sedang memanggil–manggil semut-semut di dalam lubang itu. Satu, dua, tiga .... empat dan .... lima semut-semut yang tubuhnya lebih kecil dari semut yang membawa makanan itu berlarian keluar rumah menyambut dengan sukaria makanan yang dibawa semut pertama itu. Dan, eh ... satu lagi semut yang besarnya sama dengan pembawa roti keluar dari lubang.

Hmmm ... menurutku, si pembawa roti itu adalah kepala keluarga dari semut-semut yang berada di dalam lubang tersebut. Kelima semut-semut yang lebih kecil adalah anak - anaknya sementara satu semut lagi adalah istri si pembawa roti, itu terlihat dari perutnya yang agak buncit. "Mungkin ia sedang mengandung anak ke enamnya" pikirku. Semut suami yang sabar, ikhlas berjuang, gigih mencari nafkah dan penuh kasih sayang. Semut istri tawadhu' dan qanaah menerima apa adanya dengan penuh senyum setiap rizki yang dibawa oleh sang suami, juga ibu yang selalu memberikan pengertian dan mengajarkan anak-anak mereka dalam mensyukuri nikmat Tuhannya. Dan, anak-anak semut itu, subhanallah ... mereka begitu pandai berterima kasih dan menghargai pemberian ayah mereka meski sedikit. Sungguh suami yang dibanggakan, sungguh istri yang membanggakan dan sungguh anak-anak yang membuat ayah ibunya bangga.

Astaghfirullah ..., tiba-tiba tubuhku menggigil, lemas seperti tiada daya. Tidak terasa air mataku berlinang. Menetes membasahi lantai yang tadi menjadi jalan yang dilalui semut perkasa yang telah memberikan pelajaran yang tidak pernah akan aku lupakan. Teringat dipelupuk mataku ribuan wajah semut-semut yang pernah aku hajar hingga mati berkalang lantai ketika mereka mencuri makananku. Padahal, mereka hanya mengambil sisa-sisa makanan yang sudah tidak aku butuhkan. Padahal yang mereka ambil adalah sesuatu yang sangat sedikit yang boleh jadi itu adalah hak mereka atas rizki yang aku terima.

“Tidaklah seorang muslim menanam tanaman kemudian manusia, binatang atau burung memakan tanaman itu kecuali itu menjadi sedekah baginya.” (HR Muslim)

Air mataku makin deras mengalir membasahi pipi, seakan terbayang tangisan anak–anak dan istri semut-semut itu tengah menanti ayah dan suami mereka yang tidak kunjung kembali, namun yang mereka dapatkan ternyata bukan makanan melainkan justru seonggok jenazah.
Ya, Allah... keluarga semut itu telah mengajarkan kepadaku tentang perjuangan hidup, tentang kesabaran, tentang harga diri yang harus dipertahankan ketika terusik, tentang bagaimana mencintai keluarga dan dicintai mereka. Mereka ajari aku caranya mensyukuri nikmat Tuhannya, tentang bagaimana perlunya ikhlas, sabar, tawadhu' dan qanaah dalam hidup.

Hari-hari selanjutnya, ketika hendak merebahkan tubuh di lantai di bagian manapun rumahku aku selalu memperhatikan apakah aku menghambat dan menghalangi langkah atau jalan makhluk lainnya untuk mendapatkan rizki atau tidak. Ingin rasanya aku hantarkan sepotong makanan setiap tiga kali sehari ke lubang-lubang tempat tinggal semut-semut itu. Tapi kupikir, lebih baik aku memberinya jalan atau bahkan mempermudahnya agar ia dapat memperoleh dengan keringatnya sendiri rizki tersebut, karena itu jauh lebih baik bagi mereka.

Sebagaimana kekasihku Shallallahu'alaihi wassalam telah bersabda : “Tidaklah ada rizki yang lebih baik dari seseorang yang memakan makanan dari hasil usaha tangannya.” (HR. Bukhari)

Wallahu a'lam

UDIN SEDUNIA


Tahukah antum bahwa nama Udin pernah tenar dan banyak disandang oleh orang-orang besar ? Uniknya ini terjadi di zaman perjuangan pembebasan al Aqsha dan melawan Tartar.
Imanudin Zanki, seorang imam mujahid, yang nanti perjuangannya diteruskan oleh anaknya Nurudin. Nurudin memiliki sahabat perjuangan namanya Asadudin, Asadudin mempunyai kakak namanya Najmudin. Najmudin inilah ayah dari Shalahuddin al Ayubi.

Shalahudin memiliki guru yang bernama Aq Syamsudin, Imam Nawawi juga digelari Syarafudin, Ibnu Taimiyah bernama asli Taqiyudin, imam adz Dzahabi namanya Syamsudin, penakluk Tartar sultan Syaifudin Qutuz, kemudian diteruskan sultan mamaluk lainnya yang terkenal yaitu Ruqnudin Baibars.

Nama udin pernah disandang oleh orang-orang luar biasa. Semoga kita semua dan para pemilik nama Udin hari ini bisa meneladani mereka.
 
Yang namanya Udin, bapaknya Udin, anaknya Udin, saudaranya Udin, suaminya Udin, mantunya Udin, boleh absen disini ...

KITA INI MEMANG ANEH

Dulu kita merasa belum bisa menikmati hidup karena masih serba susah, lalu kita bekerja berjibaku mengejar harta.Setelah secuil dunia ada digenggaman tangan, justru hidup terasa lebih susah, sering gundah dan hati selalu gelisah.

Kita mulai banyak menyendiri, sampai kesunyian membuat kita bosan. Lalu kita menginginkan menjalani hari-hari dengan banyak bergaul dengan sanak famili dan orang-orang hingga punya teman-teman, karena itu nampaknya menyenangkan.

Namun tak lama, kita justru sering dilanda nestapa dan rasa kecewa, karena di dalam pertemanan ada hasad, pergunjingan dan kebencian terselubung. Lalu munculah kesadaran pada diri bahwa kebahagiaan dan ketenangan hidup bukan pada harta dunia.

Lalu mulailah kita mencoba untuk mengamalkan agama dan mempelajari hukum-hukumnya. Harta yang ada juga untuk berderma, dan kita mulai rajin mendatangi majelis-majelis para ulama.

Ternyata ketenangan itu hanya sebentar lalu menghilang dan berganti kerisauan. Karena ketika bersama ulama dan orang shalih kita mulai merasa bosan dan terkadang dikecewakan.

Di majelis ilmu kita justru sibuk dengan perdebatan dan diskusi yang justru mengeraskan hati. Adapun harta yang kita sedekahkan tidak mendapat harga yang kita harapkan.
Lalu kita mulai menyendiri lagi, menyibukkan diri dengan dzikir dan tilawah al Qur'an. Berharap dengan itulah hidup kita segera meraih ketenangan.

Tapi tak lama kemudian justru kita dilanda kebosanan, jenuh dan akhirnya kita gelisah dan galau lagi...
Lalu kita berfikir untuk mengulang siklus hidup kita lagi. Kembali ke habitat lama, mengejar bangkai-bangkai dan sampah dunia.

Perjalanan hidup dan lika -likunya telah membuat kita lupa akan bau busuknya...
Terus kita terjerumus lagi dan lagi dalam lingkaran setan, sampai kapan ?
Hatta Zurtumul Maqabir...!

Hidup ini memang tempat masalah. Jangan permasalahkan masalahnya, tapi lihat dimasalah apa kehidupan kita.

Jika masalah yang ada membuat kita semakin shalih dan dekat kepada Allah, itulah kebaikan. Jalani dan hadapi hidup seperti ini sampai kita bertemu dengan kematian.

Wallahu Musta'an.

PENTAHDZIR KUADRAT YANG KUALAT

Diantara ciri ahlusunnah wal Jama'ah adalah tawassud (moderat), tidak jatuh kepada sikap tafridh dan juga Ifrad. Antara berlebihan-lebihan vs meremeh-remehkan.

Tahdzir yang dibolehkan adalah kepada pelaku kemunkaran. Yang mana sesuatu disebut munkar itu adalah bentuk maksiat dan kebid'ahan yang tidak ada perbedaan pendapat ulama tentangnya.
Contoh maksiat yang tidak ada khilaf : Zina, khamar, perjudian, perdukunan dll.

Contoh bid'ah yang tidak ada khilaf : Mencaci maki keluarga dan sahabat Nabi, mengikuti ajaran Nabi palsu, melarung kepala kerbau dll.

Kepada pengusung kemunkaran seperti ini wajib bagi kita menegakkan amar ma'ruf nahi munkar diantaranya dalam bentuk mentahdzir pendukungnya.

Sayangnya, ada kelompok tertentu terlalu semangat dalam masalah ini. Lisan mereka enteng dalam melontarkan cacian kepada pihak lain yang berbeda dalam masalah furu' (cabang) sekalipun.
Maulid Nabi, Tahlilan, shalawatan karena mereka hukumi bid'ah, langsung tahdzir !
Demonstrasi, aksi damai, mengkritik penguasa mereka hukumi maksiat, langsung tahdzir !

Subhanallah. Kalau manhaj mereka kita pakai, siapakah kiranya orang yang bisa selamat dari tahdzir ? Wajarlah kalau kemudian sesama merekapun saling tahdzir, saling takfir. Pecah bermusuh-musuhan.

Kaum tahdzirin jadi seperti itu pasti karena kualat sama ulama. Mati hatinya, karena mengunyah daging mereka. Untunglah cara beragama kita tidak ikut mereka, dadada ...

Wallahu Musta'an.

KATAKAN SAJA SALAMA KEPADA PARA JUHALA

Meski diskusi dan debat yang sehat dibolehkan dalam Islam, ada juga perdebatan yang tidak di benarkan. Diantaranya adalah berdebat dengan orang-orang bodoh. Sehingga para Ulama memperingatkan untuk tidak berdebat dengan mereka.

Bagaimana mungkin seseorang akan diajak tukar pikiran tentang hakikat pendalilan, istimbath hukum, tarjih dan tashih, jika dasar-dasar ilmu agama saja dia tidak tahu ?

Berdebat dengan para juhala tidak akan mendatangkan manfa’at, karena orang bodoh tujuan berdebat bukan untuk mencari kebenaran, tapi untuk pembenaran. 

Berdebat dengan orang-orang bodoh hanya akan menjadi debat kusir kesana kemari yang tidak akan ada ujungnya.

Berdebat dengan juhala hanya akan menjadikan umur terbuang sia-sia.
Berdebat dengan juhala akan mwmbuat kita kewalahan dengan pertanyaan dan bantahan bodohnya. Karena orang-orang bodoh memang tidak mengerti permasalahan yang sebenarnya.
Berdebat dengan juhala lebih dekat kepada mudharat daripada meraih manfaat.

______

Susahnya berdebat dengan orang bodoh bahkan di akui oleh Imam Syafi’i rahimahullah : “Aku mampu berdebat dengan 10 orang yang berilmu, tapi aku pasti kalah dengan seorang juhala, karena orang yang bodoh itu tidak pernah faham landasan ilmu”.
Beliau juga mewasiatkan :

ﺍﺫَﺍ ﻧﻄَﻖَ ﺍﻟﺴَّﻔِﻴْﻪُ ﻭَﺗُﺠِﻴْﺒُﻬُﻔَﺦٌﺮْﻳَ ﻣِﻦْ ﺍِﺟَﺎﺑَﺘِﻪِ ﺍﻟﺴُّﻜُﻮْﺕُ
“Apabila orang bodoh mengajak berdebat denganmu, maka sikap yang terbaik adalah diam, tidak menanggapi.”

ﻓﺎِﻥْ ﻛَﻠِﻤَﺘَﻪُ ﻓَﺮَّﺟْﺖَ ﻋَﻨْﻬُﻮَﺍِﻥْ ﺧَﻠَّﻴْﺘُﻪُ ﻛَﻤَﺪًﺍ ﻳﻤُﻮْﺕُ
“Apabila kamu melayani, maka kamu akan susah sendiri. Dan bila kamu berteman dengannya, maka ia akan selalu menyakiti hati.”

ﻗﺎﻟُﻮْﺍ ﺳﻜَﺖَّ ﻭَﻗَﺪْ ﺧُﻮْﺻِﻤَﺖْ ﻗُﻠْﺖُ ﻟَﻬُﻤْﺎِﻥَّ ﺍﻟْﺠَﻮَﺍﺏَ ﻟِﺒَﺎﺏِ ﺍﻟﺸَّﺮِ ﻣِﻔْﺘَﺎﺡُ
“Apabila ada orang bertanya kepadaku, jika ditantang oleh musuh, apakah engkau diam ? Jawabku kepadanya : Sesungguhnya untuk menangkal pintu-pintu kejahatan itu ada kuncinya.”

ﻭﺍﻟﺼﻤْﺖُ ﻋَﻦْ ﺟَﺎﻫِﻞٍ ﺃَﻭْ ﺃَﺣْﻤَﻖٍ ﺷَﺮَﻓٌﻮَﻓِﻴْﻪِ ﺃَﻳْﻀًﺎ ﻟﺼﻮْﻥِ ﺍﻟْﻌِﺮْﺽِ ﺍِﺻْﻠَﺎﺡُ
“Sikap diam terhadap orang bodoh adalah suatu kemulia’an. Begitu pula diam untuk menjaga kehormatan adalah suatu kebaikan.”

أما تَرَى الأُسْدَ تُخْشى وهْي صَامِتة ﻭﺍﻟﻜﻠﺐُ ﻳُﺨْﺴَﻰ ﻟﻌﻤْﺮِﻯْ ﻭَﻫُﻮَ ﻧَﺒَّﺎﺡُ
"Apakah kamu tidak melihat bahwa seekor singa itu ditakuti lantaran ia pendiam ? Sedangkan seekor anjing dibuat permainan karena ia suka menggonggong ?"

Jika juhala mulai resek jangan diambil pusing, tinggalkan, kalau nggak entar kita yang pening.