Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq
Sayidina Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu adalah di antara orang yang
paling keras penentangannya terhadap dakwah Nabi shalallahu’alaihi wassalam dan
juga yang paling sadis menimpakan siksa terhadap para shahabat yang masuk islam
kala itu. Dan hal ini diakui sendiri oleh beliau dengan ucapannya :
كُنْتُ مِنْ
أَشَدِّ النَّاسِ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Aku dahulunya adalah termasuk dari orang yang paling keras menentang Nabi
shalallahu’alaihi wassalam.”
Karena sikapnya yang demikian itu, nyaris
tidak ada yang membayangkan, bahwa sosok ini kemudian bisa mendapatkan hidayah
keimanan. Sebagian shahabat sampai mengungkapkan :
لا يسلم حَتَّى يسلم حمار الخطاب
“Dia tidak akan masuk Islam sampai keledai bapaknya masuk Islam.”
Namun begitulah karunia Allah ta’ala, diberikan kepada siapapun yang dikehendaki
dari hamba-hambaNya. Sayidina Umar bin Khattab masuk Islam sekitar tahun ke-6
dari dakwah kenabian. Dan ada beberapa kisah yang berbeda yang menuturkan
tentang sebab keislamannya.
Namun perbedaan riwayat itu bisa jadi adalah tahapan-tahapan beliau yang
mulai melunak dari sikap kerasnya hingga kemudian menerima Islam secara total.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Syaikh Shafiyyurrahman al Mubarakfuri yang
mengatakan bahwa Islam menyusup ke sanubari Umar secara bertahap.
Namun yang jelas Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam pernah secara khusus
berdoa memohon kepada Allah agar ia menjadi salah satu orang yang diberi
hidayah keimanan.
اللهُمّ أعِزّ الإسلام بأحبّ الرّجلين إليك عمر بن الخطّاب أو عَمرو بن هشام
“Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan salah satu dari dua laki-laki yang Engkau
sukai dari keduanya, Umar bin Khattab atau Amru bin Hisyam.”
Dan dengan sebab keislaman beliau ini, dakwah memiliki izzah dan kaum
muslimin menjadi kuat yang tadinya sangat lemah. Berkata Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu
:
ما زلنا
أعزَّة منذ أسلم عمر
“Kami menjadi kuat sejak keislaman
Umar.”
Beliau juga berkata :
إن إسلام
عمر كان فتحا، وإن هجرته كانت نصرا، وإن إمارته كانت رحمة
“Keislaman Umar adalah kemenangan.
Hijrahnya adalah pertolongan dan saat ia menjadi pemimpin adalah rahmat kasih
sayang.”
Berikut beberapa riwayat atau
tahapan tentang kisah keislaman sayidina Umar bin Khattab :
Suatu hari Umar bin Khattab keluar
dari rumahnya hingga ia tiba di masjidil Haram. Ia melihat ada Nabi shalallahu’alahi
wassalam yang sedang mengerjakan shalat di dekat Ka’bah, maka ia menyibak kain
penutup Ka’bah dan kemudian bersembunyi di dalamnya. Umar lalu bergerak
berlahan mendekat ke arah posisi Nabi shalallahu’alaihi wassalam.
Saat itu Rasulullah membaca surah al
Haqqah. Maka Umar merasa takjub dengan indahnya susunan dan gaya bahasa al Qur’an.
Namun demikian ia berusaha menepis dengan mengatakan di dalam hatinya : “ Ah,
ini kan seperti syair-syairnya orang-orang
Quraisy saja.”
Dan Rasulullah sampai pada bacaan : “Sesungguhnya ia (al Quran) benar-benar
wahyu (yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia. dan ia (al Quran) bukanlah
perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu yang beriman kepadanya.” (QS. Al
Haqqah : 40-41)
Umar kembali berkata di dalam hatinya : “Kalau begitu mungkin ini adalah
jampi-jampi dari tukang sihir.”
Dan kala itu Rasulullah melanjutkan
bacaannya : “Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu
yang mengambil pelajaran darinya. Ia (al Quran) adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan seluruh alam.” (QS. Al Haqqah : 42-43)
Umar pun tercenung. Dan Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam terus melanjutkan
bacaan shalatnya hingga selesai sebagaimana ini yang dituturkan sendiri oleh sayidina
Umar. Dan mulai saat itulah, benih-benih keimanan mulai tumbuh di dalam
hatinya.
Diriwayat lainnya, ketika sayidina Umar memikirkan tentang carut marut dan
konflik di Makkah, ia berkesimpulan sumber masalahnya adalah Nabi shalallahu’alaihi
wassalam. Maka beliaupun bergegas keluar rumahnya dengan menyandang senjata
untuk membunuh Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam.
Di tengah jalan ia kemudian berpapasan dengan Nu’aim bin Abdullah yang
bertanya kepadanya : “Hendak kemana engkau wahai Umar ?”
Umar menjawab, “Aku akan menghabisi Muhammad !”
“Apa ada yang bisa menjamin keselamatan dirimu dari pembalasan keluarga
Muhammad ?” Tanya Nu’aim.
Mendengar itu, Umar seperti tidak ambil peduli. Maka Nu’aim kembali berkata
: “Wahai Umar, maukah engkau aku tunjukkan fakta yang akan mencengangkan dirimu
? Yaitu adikmu dan iparmu kini telah meninggalkan agama nenek moyangmu dan memeluk
agama Muhammad.”
Tentu saja Umat sangat kaget mendengar hal tersebut. Setelah memastikan
kebenaran berita yang baru saja ia dengar, Umar pun kemudian berbalik arah
dengan terburu-buru menuju rumah adiknya, Fatimah binti Khattab radhiyallahu’anha.
Saat itu di dalam rumahnya, Fatimah dan suaminya sedang belajar ayat-ayat
al Qur’an dari shahabat yang bernama Khabbab bin al Art radhiyallahu’anhu. Dan suara
lantunan ayat suci sempat terdengar oleh Umar, maka ia pun menggedor pintu
dengan kerasnya.
Khabbab kemudian bersembunyi di sebuah ruangan dan Fatimah menggulung lembaran
yang berisi tulisan ayat di balik pakaiannnya. Ia kemudian bergegas membukakan
pintu.
Begitu pintu terbuka, Umar langsung menghardik, “Suara apa bisik-bisik yang
aku dengar dari luar barusan ?”
Fatimah dan suaminya menjawab, “ Itu hanya obrolan kami berdua.”
Umar kemudian berkata, “Aku menduga kalian telah keluar dari agama kita...”
Zaid, adik iparnya Umar menjawab, “Wahai Umar, apa pendapatmu jika
kebenaran itu ada pada agama yang bukan agamamu ?”
Mendengar itu Umar marah, ia menghambur ke arah adik iparnya tersebut. Umar
lalu membantingnya dan menginjak -injak badannya dengan keras. Fatimah yang
melihat keadaan suaminya berusaha untuk menolongnya. Tapi Umar kemudian menampar
wajah Fatimah hingga mengalirkan darah.
Melihat adiknya dalam kondisi demikian Umar menjadi iba. Kala itu dengan
suara keras Fatimah berkata,
نعم قد
أسلمنا وآمنا بالله ورسوله، فاصنع ما بدا لك
“Iya kami telah masuk Islam dan beriman kepada Allah dan RasulNya. Maka
sekarang silahkan perbuat apapun yang engkau mau !”
Fatimah melanjutkan, “Wahai Umar jika kebenaran itu ada dari selain
agamamu, maka bersaksilah bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah,
dan Muhammad adalah utusan Allah.”
Umar tercenung dan dirundung perasaan putus asa karena melihat keadaan
adiknya sedemikian rupa. Muncul rasa penyesalan dan perasaan malu dalam
hatinya.
Setelah beberapa saat, Umar melihat adanya gulungan yang jatuh. Maka ia
meminta agar itu diserahkan kepadanya untuk dibaca.
Namun Fatimah menolak dengan mengatakan, “Engkau adalah orang yang najis.
Ayat-ayat ini tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang suci. Mandilah
dulu jika engkau mau !”
Maka Umar pun pergi mandi. Setelahnya ia mengambil lembaran itu dan mulai membacanya.
Ketika sampai di lafadz basmallah, Umar berkomentar : “Nama-nama yang bagus dan
suci.” Kemudian ia melanjutkan membaca ayat pertama dari surah Thaha hingga di ayat ke-14.
Setelah selesai Umar berkata : “Alangkah indah dan mulianya kalimat-kalimatnya.
Tunjukkan kepadaku di mana Muhammad sekarang berada !”
Tatkala mendengar itu Khabbab yang sedari tadi bersembunyi keluar dan
seraya berkata : “Terimalah khabar gembira wahai Umar, aku benar-benar berharap
doa Rasulullah itu jatuh kepada dirimu.”
Setelah mendapatkan informasi keberadaan sang Nabi, Umar pun lalu mengambil
pedangnya dan bergegas untuk mendatangi Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam.
Setelah tiba di sebuah rumah yang menjadi markaz dakwah Nabi kala itu, Umar
langsung menggedor pintu. Para shahabat yang ada di dalamnya mengintip lewat
lubang yang ada. Betapa terkejutnya mereka yang berdiri di balik pintu adalah
Umar bin Khattab dengan menyandang senjatanya. Mereka panik dan mengkhawatirkan
keselamatan sang Nabi.
Sayidina Hamzah bin Abdul Muthalib yang melihat itu bertanya kepada mereka,
“Ada apa dengan kalian ini ?”
Mereka menjawab, “Ada Umar !”
Hamzah berkata, “Umar ? Bukakan pintu. Jika ia datang dengan maksud yang
baik, maka kita berikan kebaikan. Tapi jika ia bermaksud buruk, aku akan bunuh
dia dengan pedangnya sendiri.”
Maka kemudian pintu dibuka dan Umar di persilahkan masuk. Begitu Umar telah
berada di hadapan Nabi, beliau langsung bergerak mencengkram baju Umar sambil
memegang gagang pedangnya, seraya bersabda : “Apakah engkau tidak hendak
berhenti dari kehinaanmu wahai Umar ? Ataukah Allah akan hinakan dirimu seperti
yang menimpa Al Walid bin Mughirah ?”
Kemudian Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam berseru, “Ya Allah ini Umar
datang kepadaku. Ya Allah, kokohkan
Islam dengan Umar bin Khattab.”
Umar lalu berkata, “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku
bersaksi bahwa engkau adalah utusanNya.”
Sayidina Umar menyatakan keislamannya. Tak terbayangkan bagaimana
gembiranya para shahabat yang turut hadir menyaksikan. Mereka pun bertakbir
dengan suara yang keras sekali. Hingga suaranya bisa terdengar oleh kaum musyrikin
yang sedang ada di sekitar Ka’bah.
Wallahu a’lam.