Sunday 25 June 2023

MUTIARA NASEHAT ABU BAKAR SHIDIQ

 Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

‌أيها ‌الناس ‌فإني ‌قد ‌وليت ‌عليكم ‌ولست ‌بخيركم فإن أحسنت فأعينوني وإن أسأت فقوموني

 “Wahai manusia, aku telah diangkat sebagai pemimpin kalian padahal aku bukan orang terbaik di antara kalian. Maka jika aku berbuat baik, bantulah aku. Tapi jika aku berbuat keburukan, luruskan aku.[1]

 

إن أقواكم عندي الضعيف حتى آخذ له بحقه، وإن أضعفكم عندي القوي حتى آخذ منه الحق .

 Orang kuat di antara kalian menjadi lemah di hadapanku agar aku ambil hak darinya, dan orang yang lemah di antara kalian menjadi kuat di hadapanku agar aku dapat penuhi haknya.”[2]

 

لا يدع قوم الجهاد في سبيل الله إلا ضربهم الله بالذل

 “Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah kecuali Allah akan menimpakan kehinaan kepada mereka.”[3]

‌اللهم ‌أرني ‌الحق ‌حقا ‌وارزقنى ‌اتباعه وأرني الباطل باطلا وارزقنى اجتنابه

 “Ya Allah, nampakkan kepadaku kebenaran itu adalah benar, dan berikan aku kemampuan untuk mengikutinya. Nampakkan kepadaku yang batil itu adalah batil, dan berikan aku kemampuan untuk menjauhinya.”[4]

إذا فاتك خير فأدركه وإن أدركك فاسبقه

 “Jika engkau kehilangan sebuah amal kebaikan, maka carilah, jika engkau telah menemukannya, maka bersegeralah (dalam mengerjakannya).”[5]

أكيس الكيْس التقوى، وأحمق الحَمَق الفجور

Sesungguhnya orang yang paling cerdas adalah yang bertaqwa dan orang yang paling bodohnya adalah yang selalu berbuat maksiat.”[6]

أيها الناس، إنه ‌من ‌كان ‌يعبد ‌محمدا فإن محمدا قد مات، ومن كان يعبد الله فإن الله حي لا يموت

“Wahai manusia sekalian, jika kalian menyembah Muhammad, sesungguhnya Muhammad telah wafat. Tapi jika kalian menyembah Allah, maka sesungguhnya Dia maha hidup dan tidak akan pernah mati.”[7]

 

‌لا ‌يحقرن ‌أحد ‌أحدا ‌من ‌المسلمين فإن صغير المسلمين عند الله كبير

 “Janganlah ada dari kalian meremehkan seorang pun dari kaum muslimin, karena seorang muslim yang kecil / rendah sekalipun, memiliki kedudukan agung di sisi Allah.”[8]

احرص على الموت توهب لك الحياة

“Carilah kematian (dengan berjihad) maka engkau akan diberi kehidupan (yang mulia).”[9]

الموت أهون ما قبله، وأشد ما بعده

“Apapun (dari bentuk musibah) yang ada sebelum kematian itu jauh lebih ringan. Dan sesuatu yang ada setelah kematian, itu jauh lebih berat daripada kematian.”[10]

أصلح نفسك يصلح لك الناس


“Perbaiki dirimu, maka manusia akan baik kepadamu.”[11]

وإنها لا تقبل نافلة ‌حتى ‌تؤدى ‌الفريضة

“Sesungguhnya tidak akan diterima ibadah sunnah, hingga ditunaikannya ibadah wajib.”[12]

حق لميزان يوضع فيه الحق أن يكون ثقيلا، وحق لميزان يوضع فيه الباطل أن يكون خفيفا

 “Timbangan kebenaran jika diletakkan padanya kebenaran, maka ia akan menjadi berat, dan timbangan itu jika diletakkan kebatilan, maka ia akan menjadi ringan.”[13]

‌صنائع ‌المعروف ‌تقي ‌مصارع ‌السوء

“Perbuatan-perbuatan baik, akan mencegah seseorang dari ditimpa keburukan secara tiba-tiba.”[14]

‌لا ‌خير ‌في ‌خير ‌بعده ‌نار ولا شر في شر بعده الجنة

“Tidak ada kebaikan sedikitpun jika akhirnya adalah neraka, dan tidak ada keburukan sedikitpun
jika ujungnya bisa meraih syurga.”[15]

‌لوددت ‌اني ‌شعرة ‌في ‌جنب ‌عبد ‌مؤمن

“Aku berharap seandainya diriku ini hanyalah selembar rambut yang tumbuh di tubuh seorang mukmin.”[16]

خير الخصلتين لك أبغضهما إليك

“Bila ada dua kebaikan yang menjadi pilihan untuk dirimu, yang terbaik adalah yang engkau tidak menyukainya.”[17]

‌كل ‌امرئ ‌مصبح ‌في ‌أهله … والموت أدنى من شراك نعله

“Setiap orang bangun di pagi hari bersama keluarganya (dalam kondisi lalai)... Padahal kematian bahkan lebih dekat dari tali sendalnya.”[18]

‌أطوع ‌الناس ‌لله ‌أشدهم ‌بغضا ‌لمعصيته

“Manusia yang paling ta’at kepada Allah adalah orang yang paling benci kepada perkara yang mengandung kemaksiatan kepada Allah.”[19]

Semoga bermanfaat


[1] Bidayah wa Nihayah (5/248)

[2] Shifatusshafwah (1/98)

[3] Bidayah wa Nihayah (5/248)

[4] Ihya Ulumuddin (4/401)

[5] Abu Bakar Shidiq Awal Khalafaur Rasyidin hal. 100

[6] Thabaqat al  Kubra (3/136)

[7] Sirah Ibnu Hisyam (2/656)

[8] Ihya Ulumuddin (3/338)

[9] Uyunul Akhbar (1/208)

[10] Al I’jaz hal.33

[11] Abu Bakar Shidiq Awal Khalafaur Rasyidin hal. 100

[12] Zuhd wa Raqaiq hal. 319

[13] Shifatussafwah (1/264)

[14] Al I’jaz hal. 33

[15] Abu Bakar Shidiq Awal Khalafaur Rasyidin hal. 100

[16] Shifatusshafwah (1/95)

[17] Zuhud li Ahmad bin Hanbal hal. 196

[18] Al Muwatha’ (2/890)

[19] Mu’jam al Amtsal (2/450)

 

Wednesday 21 June 2023

MASUK ISLAMNYA SAYIDINA UMAR

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

Sayidina Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu adalah di antara orang yang paling keras penentangannya terhadap dakwah Nabi shalallahu’alaihi wassalam dan juga yang paling sadis menimpakan siksa terhadap para shahabat yang masuk islam kala itu. Dan hal ini diakui sendiri oleh beliau dengan ucapannya :

كُنْتُ مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Aku dahulunya adalah termasuk dari orang yang paling keras menentang Nabi shalallahu’alaihi wassalam.”[1]

 Karena sikapnya yang demikian itu, nyaris tidak ada yang membayangkan, bahwa sosok ini kemudian bisa mendapatkan hidayah keimanan. Sebagian shahabat sampai mengungkapkan :

لا يسلم ‌حَتَّى ‌يسلم ‌حمار ‌الخطاب

“Dia tidak akan masuk Islam sampai keledai bapaknya masuk Islam.”[2]

Namun begitulah karunia Allah ta’ala, diberikan kepada siapapun yang dikehendaki dari hamba-hambaNya. Sayidina Umar bin Khattab masuk Islam sekitar tahun ke-6 dari dakwah kenabian. Dan ada beberapa kisah yang berbeda yang menuturkan tentang sebab keislamannya.

Namun perbedaan riwayat itu bisa jadi adalah tahapan-tahapan beliau yang mulai melunak dari sikap kerasnya hingga kemudian menerima Islam secara total. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Syaikh Shafiyyurrahman al Mubarakfuri yang mengatakan bahwa Islam menyusup ke sanubari Umar secara bertahap.

Namun yang jelas Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam pernah secara khusus berdoa memohon kepada Allah agar ia menjadi salah satu orang yang diberi hidayah keimanan.

‌اللهُمّ ‌أعِزّ ‌الإسلام بأحبّ الرّجلين إليك عمر بن الخطّاب أو عَمرو بن هشام

 “Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan salah satu dari dua laki-laki yang Engkau sukai dari keduanya, Umar bin Khattab atau Amru bin Hisyam.”[3]

 Dan dengan sebab keislaman beliau ini, dakwah memiliki izzah dan kaum muslimin menjadi kuat yang tadinya sangat lemah. Berkata Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu :

ما زلنا أعزَّة منذ أسلم عمر

“Kami menjadi kuat sejak keislaman Umar.”[4]

Beliau juga berkata :

‌إن ‌إسلام ‌عمر ‌كان ‌فتحا، وإن هجرته كانت نصرا، وإن إمارته كانت رحمة

“Keislaman Umar adalah kemenangan. Hijrahnya adalah pertolongan dan saat ia menjadi pemimpin adalah rahmat kasih sayang.”[5]

Berikut beberapa riwayat atau tahapan tentang kisah keislaman sayidina Umar bin Khattab :

Suatu hari Umar bin Khattab keluar dari rumahnya hingga ia tiba di masjidil Haram. Ia melihat ada Nabi shalallahu’alahi wassalam yang sedang mengerjakan shalat di dekat Ka’bah, maka ia menyibak kain penutup Ka’bah dan kemudian bersembunyi di dalamnya. Umar lalu bergerak berlahan mendekat ke arah posisi Nabi shalallahu’alaihi wassalam.

Saat itu Rasulullah membaca surah al Haqqah. Maka Umar merasa takjub dengan indahnya susunan dan gaya bahasa al Qur’an. Namun demikian ia berusaha menepis dengan mengatakan di dalam hatinya : “ Ah, ini kan seperti syair-syairnya orang-orang  Quraisy saja.”

Dan Rasulullah sampai pada bacaan : “Sesungguhnya ia (al Quran) benar-benar wahyu (yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia. dan ia (al Quran) bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu yang beriman kepadanya.” (QS. Al Haqqah : 40-41)

Umar kembali berkata di dalam hatinya : “Kalau begitu mungkin ini adalah jampi-jampi dari tukang sihir.”

Dan kala itu Rasulullah melanjutkan bacaannya : “Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu yang mengambil pelajaran darinya. Ia (al Quran) adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan seluruh alam.” (QS. Al Haqqah : 42-43)

Umar pun tercenung. Dan Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam terus melanjutkan bacaan shalatnya hingga selesai sebagaimana  ini yang dituturkan sendiri oleh sayidina Umar. Dan mulai saat itulah, benih-benih keimanan mulai tumbuh di dalam hatinya.[6]

Diriwayat lainnya, ketika sayidina Umar memikirkan tentang carut marut dan konflik di Makkah, ia berkesimpulan sumber masalahnya adalah Nabi shalallahu’alaihi wassalam. Maka beliaupun bergegas keluar rumahnya dengan menyandang senjata untuk membunuh Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam.

Di tengah jalan ia kemudian berpapasan dengan Nu’aim bin Abdullah yang bertanya kepadanya : “Hendak kemana engkau wahai Umar ?”

Umar menjawab, “Aku akan menghabisi Muhammad !”

“Apa ada yang bisa menjamin keselamatan dirimu dari pembalasan keluarga Muhammad ?” Tanya Nu’aim.

Mendengar itu, Umar seperti tidak ambil peduli. Maka Nu’aim kembali berkata : “Wahai Umar, maukah engkau aku tunjukkan fakta yang akan mencengangkan dirimu ? Yaitu adikmu dan iparmu kini telah meninggalkan agama nenek moyangmu dan memeluk agama Muhammad.”

Tentu saja Umat sangat kaget mendengar hal tersebut. Setelah memastikan kebenaran berita yang baru saja ia dengar, Umar pun kemudian berbalik arah dengan terburu-buru menuju rumah adiknya, Fatimah binti Khattab radhiyallahu’anha.

Saat itu di dalam rumahnya, Fatimah dan suaminya sedang belajar ayat-ayat al Qur’an dari shahabat yang bernama Khabbab bin al Art radhiyallahu’anhu. Dan suara lantunan ayat suci sempat terdengar oleh Umar, maka ia pun menggedor pintu dengan kerasnya.

Khabbab kemudian bersembunyi di sebuah ruangan dan Fatimah menggulung lembaran yang berisi tulisan ayat di balik pakaiannnya. Ia kemudian bergegas membukakan pintu.

Begitu pintu terbuka, Umar langsung menghardik, “Suara apa bisik-bisik yang aku dengar dari luar barusan ?”

Fatimah dan suaminya menjawab, “ Itu hanya obrolan kami berdua.”

Umar kemudian berkata, “Aku menduga kalian telah keluar dari agama kita...”

Zaid, adik iparnya Umar menjawab, “Wahai Umar, apa pendapatmu jika kebenaran itu ada pada agama yang bukan agamamu ?”

Mendengar itu Umar marah, ia menghambur ke arah adik iparnya tersebut. Umar lalu membantingnya dan menginjak -injak badannya dengan keras. Fatimah yang melihat keadaan suaminya berusaha untuk menolongnya. Tapi Umar kemudian menampar wajah Fatimah hingga mengalirkan darah.

Melihat adiknya dalam kondisi demikian Umar menjadi iba. Kala itu dengan suara keras Fatimah berkata,

نعم قد أسلمنا وآمنا بالله ورسوله، فاصنع ما بدا لك

 “Iya kami telah masuk Islam dan beriman kepada Allah dan RasulNya. Maka sekarang silahkan perbuat apapun yang engkau mau !”

Fatimah melanjutkan, “Wahai Umar jika kebenaran itu ada dari selain agamamu, maka bersaksilah bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah.”

Umar tercenung dan dirundung perasaan putus asa karena melihat keadaan adiknya sedemikian rupa. Muncul rasa penyesalan dan perasaan malu dalam hatinya.

Setelah beberapa saat, Umar melihat adanya gulungan yang jatuh. Maka ia meminta agar itu diserahkan kepadanya untuk dibaca.

Namun Fatimah menolak dengan mengatakan, “Engkau adalah orang yang najis. Ayat-ayat ini tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang suci. Mandilah dulu jika engkau mau !”

Maka Umar pun pergi mandi. Setelahnya ia mengambil lembaran itu dan mulai membacanya. Ketika sampai di lafadz basmallah, Umar berkomentar : “Nama-nama yang bagus dan suci.” Kemudian ia melanjutkan membaca ayat pertama dari surah  Thaha hingga di ayat ke-14.

Setelah selesai Umar berkata : “Alangkah indah dan mulianya kalimat-kalimatnya. Tunjukkan kepadaku di mana Muhammad sekarang berada !”

Tatkala mendengar itu Khabbab yang sedari tadi bersembunyi keluar dan seraya berkata : “Terimalah khabar gembira wahai Umar, aku benar-benar berharap doa Rasulullah itu jatuh kepada dirimu.”

Setelah mendapatkan informasi keberadaan sang Nabi, Umar pun lalu mengambil pedangnya dan bergegas untuk mendatangi Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam.

Setelah tiba di sebuah rumah yang menjadi markaz dakwah Nabi kala itu, Umar langsung menggedor pintu. Para shahabat yang ada di dalamnya mengintip lewat lubang yang ada. Betapa terkejutnya mereka yang berdiri di balik pintu adalah Umar bin Khattab dengan menyandang senjatanya. Mereka panik dan mengkhawatirkan keselamatan sang Nabi.

Sayidina Hamzah bin Abdul Muthalib yang melihat itu bertanya kepada mereka, “Ada apa dengan kalian ini ?”

Mereka menjawab, “Ada Umar !”

Hamzah berkata, “Umar ? Bukakan pintu. Jika ia datang dengan maksud yang baik, maka kita berikan kebaikan. Tapi jika ia bermaksud buruk, aku akan bunuh dia dengan pedangnya sendiri.”

Maka kemudian pintu dibuka dan Umar di persilahkan masuk. Begitu Umar telah berada di hadapan Nabi, beliau langsung bergerak mencengkram baju Umar sambil memegang gagang pedangnya, seraya bersabda : “Apakah engkau tidak hendak berhenti dari kehinaanmu wahai Umar ? Ataukah Allah akan hinakan dirimu seperti yang menimpa Al Walid bin Mughirah ?”

Kemudian Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam berseru, “Ya Allah ini Umar datang kepadaku.  Ya Allah, kokohkan Islam dengan Umar bin Khattab.”

Umar lalu berkata, “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa engkau adalah utusanNya.”

Sayidina Umar menyatakan keislamannya. Tak terbayangkan bagaimana gembiranya para shahabat yang turut hadir menyaksikan. Mereka pun bertakbir dengan suara yang keras sekali. Hingga suaranya bisa terdengar oleh kaum musyrikin yang sedang ada di sekitar Ka’bah.[7]

Wallahu a’lam.


[1] Fadhail ash Shahabah (1/285)

[2] Ansab al Asyraf (10/301)

[3] Thabaqat al Kubra (3/224)

[4] HR. Bukhari no. 3481

[5] Sirah Ibn Hisyam (1/294)

[6] Tarikh Umar bin Khattab li Ibn Jauzi hal. 6

[7] Sirah Nabawiyah li Ibn Hisyam (1/343-346)