Wednesday 27 June 2018

PERBEDAAN PERLINDUNGAN MU’AWIDZATAIN


            Mari sejenak kita perhatikan surah al Mu’awidzatain, yakni al Falaq dan an Nas. Dua surah ini memiliki fadhilah jika dibaca akan melindungi pembacanya dari keburukan, dalam hadits disebutkan : “Setelah turunnya dua surah ini, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melengkapkan kedua-duanya sebagai bacaan untuk membentengi dari pandangan buruk jin maupun manusia.” (HR. Tirmidzi)

            Kita akan dapati fakta berikut ini : Dalam surah al Falaq, kita meminta perlindungan kepada Allah satu kali dari tiga jenis keburukan,s edangkan dalam surah an Nas, kebalikannnya, kita meminta kepada Allah perlindungan sebanyak tiga kali untuk satu keburukan. Perhatikan :

Surah al Falaq

Sekali meminta perlindungan
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ
Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh.”
Berlindung dari tiga hal
وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ
 “Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita.”
وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ
 “Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul.”
وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ
“Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.”

Surat An-Nas    

Meminta perlindungan dengan tiga sifat Allah :  
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ
Katakanlah: “Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.”
مَلِكِ النَّاسِ
 “Raja manusia…”
إِلَهِ النَّاسِ
“Sembahan manusia…”

Sementara yang kita ingin berlindung darinya hanya satu yaitu :      
مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ
 “Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi.”

Kenapa demikian ?

            Para ulama menjelaskan karena pada surat Al-Falaq kita memohon perlindungan kepada Allah untuk hal yang bersifat keselamatan fisik diri kita, dari keburukan yang sifatnya jasmaniyah Sedangkan pada Surat An Nas kita memohon perlindungan untuk keselamatan agama, yakni dijauhkan dari bisikan syetan.

            Demikianlah, keselamatan agama lebih penting dari keselamatan yang bersifat jasmaniyah lahiriyah. =Wallahu a’lam.

PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN


Dalam al Qur’an kata Sam’u (pendengaran) dan Bashor (penglihatan) sering disebut secara beriringan. Namun ada yang unik, lafadz ayat selalu memposisikan keduanya dengan :

1.     Pendengaran selalu didahulukan penyebutannya dari penglihatan, contoh ayat :

وَٱللَّهُ أَخۡرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ شَيۡ‍ٔا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَٰ

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran dan penglihatan.”
(QS. An Nahl :78)

2.     Pendengaran selalu disebut dalam bentuk tunggal (mufrad) sedangkan penglihatan disebut dalam bentuk jama’ (banyak).

Lihat ayat diatas, pendengaran disebut dengan السمع (tunggal) bukan الأسماع (jama’). Sedangkan penglihatan disebut dengan kata الأبصار (jama’), padahal bentuk tunggalnya البصر.
Contoh ayat lainnya :
يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلَا أَبْصَارُكُمْ
“Dari persaksian yang dilakukan oleh pendengaranmu, dan penglihatan-penglihatan kalian…” (Q.S. Fushshilat: 22)

Kata pendengaran pada ayat diatas juga menggunakan kata sam’u (tunggal) sedangkan penglihatan menggunakan kata Abshor (jama’).

Apa hikmahnya ?

Hikmah sam’u didahulukan dari Bashor

Hal ini karena  panca indra manusia yang pertama kali berfungsi ketika dilahirkan adalah pendengaran, dan penglihatan akan berfungsi belakangan. Bahkan menurut beberapa ahli, Janin di rahim sudah dapat mendengar, sementara bayi yang lahir butuh beberapa waktu untuk dapat melihat.

Hikmah sam’u disebut tunggal dan Bashor bentuknya jama’ 

Sebabnya ternyata pendengaran hanya bisa fokus terhadap satu objek dalam satu waktu, sementara penglihatan bisa menangkap banyak objek. Telinga hanya dapat fokus kepada satu suara sementara mata dapat melihat banyak hal dalam sekilas.

Cobalah mengujinya, minta beberapa orang untuk berkata-kata dengan kalimat berbeda secara bersamaan, pasti hasilnya kita akan kesulitan menangkap semua perkataan.
Selanjutnya, mintalah beberapa orang berbuat sesuatu dihadapan kita dalam aksi yang berbeda-beda, kemungkinan besar kita akan bisa menangkap semua dan bahkan bisa menceritakan kembali.

Wallahu a’lam.

Sunday 24 June 2018

KALA SYEKH SYA’RAWI INGIN BERHENTI BELAJAR

Beliau adalah ulama besar Mesir yang mendunia, mercusuar al Azhar yang belum ada tandingan kealimannya, bahkan beliau disebut-sebut sebagai pembaharu abad ke-20. Ternyata Sya’rawi muda memiliki kisah tersendiri saat masa beliau masih menuntut ilmu.

Syekh dimasa belajarnya, sempat berkali-kali memutuskan untuk berhenti kuliah. Karena beliau iba melihat orang tuanya yang hidup miskin di desa, bekerja membanting tulang untuk menghidupi saudara-saudaranya, dan turut terbebani dengan biaya kuliahnya.

Maka beliau mengutarakan keinginannnya untuk berhenti belajar agar bisa membantu ayahnya bekerja, namun keinginannya selalu ditolak dengan tegas oleh orang tuanya. Karena ayah Sya’rawi bermimpi anaknya kelak akan jadi ulama yang ilmunya bermanfaat untuk umat Muhammad, bukan jadi petani.

Maka berbagai trik dilakukan oleh Sya’rawi muda, untuk meyakinkan bahwa pilihannya berhenti kuliah dan bekerja adalah pilihan yang tepat. Salahsatunya ia menginformasikan bahwa biaya kitab - kitab kuliah sangat tinggi.

Seperti biasa beberapa tahun sekali ayahnya dari desa akan mengunjunginya di kota. Maka Syekh membuat kesepakatan dengan penjual buku dan memesan kitab-kitab dalan jumlah yang sangat banyak dan menyatakan bahwa itu semua adalah diktat kuliah.

Maka datanglah sang ayah, dan ketika Sya’rawi menginformasikan tentang keharusan membeli kitab-kitab yang sangat banyak itu, diluar dugaan ayahnya menyanggupinya. Bahkan membayarnya tanpa menawar. Ia hanya sempat berkata kepada Sya’rawi “Ini semua diktat kuliah kamu ?”

Pertanyaaan itu hanya dijawab dengan anggukan. Setelahnya, diangkutlah dengan truk berkardus-kardus kitab ke asrama belajar Asy Sya’rawi muda.

Malam harinya, ayah belliau menyampuli kitab itu satu persatu. Sya’rawi yang berusaha mencegahnya karena tahu betapa lelahnya sang ayah selepas perjalanan jauh gagal. Sepanjang malam ayah beliau menghabiskan malam dengan menyampuli semua kitab.

Pagi harinya, Sya’rawi muda mengantar ayahnya ke stasiun kereta. Sebelum ayahnya beranjak ia sempat berkata, “Nak, sebenarnya ayah tidak mau mengatakan ini, namun ayah khawatir engkau akan mengira bahwa ayahmu sangat bodoh sehingga kebodohan itu akan mempengaruhimu. Ayah tahu bahwa kitab yang kita beli kemarin bukanlah buku kuliahmu. Dan engkau juga harus tahu bahwa ayah membelinya dengan uang yang sebagianbesarnya pinjaman. Namun ayah tidak akan marah, ayah hanya mendoakanmu semoga semua kitab itu bermanfaat bagimu…”

Perasaan bersalah membuat suasana pagi itu begitu sendu dihati Sya’rawi. Ia melepas ayahnya pergi dengan derai air mata dan selaksa do’a. Dan ia merasakan bahwa dipundaknya kini terbeban amanah, agar ia tidak pernah mengecewakan orang tuanya.

Sya’rawi kemudian menjadi pelajar yang paling gigih. Ia melahap habis semua kitab yang dibelikan sang ayah dan bahkan terus melanjutkan menu bacaannya keperpustakaan yang ada. Doa dan usaha yang tulus dari sang ayah, kemudian melahirkan imamnya da’i, dialah Syaikh Muta’walli asy’Sya’rawi rahimahullah ta’ala.
_____


Wahai para ayah, mana doa dan kesungguhanmu untuk anak-anakmu yang sedang menuntut ilmu ? Memikul agama ini sangatlah berat, anakmu yang lemah itu butuh doa dan sentuhan lembutmu agar mereka tetap teguh dan kuat.