Thursday 13 July 2023

CABANG ILMU BARU

 

 
Dahulu diskusi atau debat di kalangan para ulama untuk menguji sebuah pendapat adalah aktivitas yang cenderung menyenangkan dan bermartabat. Karena semua pihak yang terlibat di dalamnya memahami tentang kaidah dan segala perangkat yang dibutuhkan dalam diskusi keilmuan.
 
Meskipun dulu dan sekarang sama saja akan selalu ada yang ketika beradu argumen nggak mau kalah, tapi mereka melakukannya dengan cara yang elegan. 
 
Karena kalau caranya murahan dan tak bermutu, tentu dia akan malu karena tahu kalau orang lain itu mengetahui akan kengawurannya itu.
 
Sedangkan hari ini, arena diskusi dan perdebatan ilmiah berubah menjadi begitu buas dan mengerikan. Kata-kata kotor, sumpah serapah dan caci maki tak jarang kita temui.
 
Hal ini penyebabnya, bukan hanya karena medannya sudah semakin luas yang meliputi dunia nyata dan maya, tapi juga karena yang dihadapi di sana bahkan orang-orang yang tak memiliki modal kecuali kerasnya urat leher.
 
Mereka inilah yang kalau sudah bicara bisa seenaknya karena memang tak kenal aturan, tak butuh kaidah bahkan aqidah. 
 
Sehingga kalau kemudian muncul semacam cabang keilmuan untuk membungkam orang-orang bodoh yang ikut campur yang bukan urusannya, ini adalah ilmu temuan belakangan.
 
Ulama terdahulu nyaris tidak mengenal adanya jenis ilmu ini, karena orang-orang bodoh zaman dahulu tidaklah tampil ke depan, atau hadir di meja diskusi, apa lagi lagi sampai terlibat dalam dunia tulis-menulis.
 
Berbeda dengan zaman hari ini. Setiap orang, seawam apapun dia bisa dengan pedenya berkoar-koar di atas mimbar bahkan menerbitkan karya-karya tulis yang tebal.
 
Bila dahulu untuk bisa menjadi guru yang mengajarkan ilmu, seseorang dituntut memiliki kemampuan di tingkat tertentu, sekarang untuk jadi pengajar atau ahli agama nyaris semua orang bisa melakukannya.
Padahal ulama hari ini sealim apapun tidak serta merta bisa beralih profesi jadi dokter atau berubah jadi insinyur. Tapi sebaliknya, dokter atau insinyur bisa berubah dan sah jadi ahli agama dalam hitungan hari bahkan hanya beberapa jam.
 
Seorang tukang ojek, pedagang, petani ataupun kuli bangunan sekalipun bisa berubah menjadi mufti lalu berfatwa halal haram kalau dia mau. Caranya tak harus dengan ngaji apalagi sampai nyantri bertahun-tahun, tapi cukup dengan hanya merubah penampilannya !
 
Maka sudah seharusnya hidup di situasi seperti ini, kita harus lebih berhati-hati dalam menerima informasi apa lagi yang kaitannya dengan ilmu agama. Biasakan menelaah dengan cermat dan meneliti dari mana sumbernya sebelum menelannya.
 
Sebagaimana wasiat sebagian ulama klasik terdahulu :
 
إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم
“Sesungguhnya ilmu adalah bagian dari agama kalian, maka perhatikanlah dengan baik dari siapa kalian mengambil ilmu tersebut."
 
Wallahu a'lam

MUTIARA NASEHAT ALI BIN ABI THALIB bagian II

 


Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

الناس نيام، فإذا ماتوا انتبهوا

“Manusia itu tertidur, ketika mereka mati, barulah mereka terbangun.”[1]

ثبات الملك بالعدل

“Kokohnya negara adalah karena keadilannya.”[2]

التهلكة هي: أن يذنب العبد ذنبا ثم لا يعمل بعده خيرا حتى يهلك

“Kebinasaan sebenarnya adalah ketika seorang hamba melakukan dosa kemudian ia tidak mau melakukan satu kebaikan setelahnya, sampai ia binasa.”[3]

لا شرف مع سوء أدب

“Tidak ada kemuliaan bersama buruknya adab.”[4]

 

‌حدثوا ‌الناس ‌بما ‌يعرفون، أتحبون أن يكذب الله ورسوله

“Berbicaralah dengan manusia dengan apa yang mereka bisa memahaminya. Apakah kalian mau Allah dan Rasulnya di dustakan ?”[5]

‌للمرائي ‌ثلاث ‌علامات يكسل إذا كان وحده وينشط إذا كان في الناس ويزيد في العمل إذا أثني وينقص إذا ذم

“Orang yang riya itu ada tiga tandanya : Malas beramal jika sendiri tapi semangat jika bersama orang banyak. Bertambah amalnya jika dipuji dan berkurang amalnya jika dicela.”[6]

صدق المرء نجاته. صحة البدن في الصوم. الصبر يورث الظفر

“Kejujuran seseorang adalah sumber kesuksesannya, kesehatan badan ada pada puasa dan kesabaran akan mewariskan kemenangan.”[7]

وإن الصبر من الإيمان بمنزلة الرأس من الجسد؛ لا خير في جسد لا رأس له

“Sesungguhnya kedudukan kesabaran bagi iman itu seperti kedudukan kepala atas jasad. Tidak akan ada gunanya badan yang tidak ada kepalanya.”[8]

‌إنك ‌إن ‌صبرت ‌جرى ‌عليك ‌القدر ‌وأنت ‌مأجورٌ؛ وإن جزعت، جرى عليك القدر، وأنت مأزور

 “Sesungguhnya jika engkau bersabar, memang taqdir akan tetap terjadi  padamu tapi engkau akan mendapatkan pahala. Dan jika engkau tidak bersabar, taqdir juga tetap terjadi padamu dan engkau akan diberi dosa.”[9]

‌بلاء ‌الإنسان ‌من ‌اللسان

“Musibah yang menimpa seseorang, disebabkan oleh lisannya.”[10]

إن النعمة موصلة بالشكر، والشكر معلق بالمزيد، وهما مقرونان في قرن، فلن ينقطع المزيد من الله حتى ينقطع الشكر من العبد

"Sesungguhnya kenikmatan akan terus berlanjut bila diiringi dengan syukur, dan rasa syukur mendatangkan tambahan kenikmatan. Keduanya selalu beriringan laksana sepasang tanduk. Allah tidak akan berhenti menambahkan kenikmatan kepada hamba sampai ia berhenti bersyukur kepada-Nya."[11]

إيمان المرء يعرف بأيمانه

“Keimanan seseorang bisa diketahui dari janji-janjinya.”[12]

إن الحق والباطل لا يعرفان بأقدار الرجال، وبإعمال الظن! اعرف الحق تعرف أهله، واعرف الباطل تعرف أهله

 “Seungguhnya kebenaran dan kebatilan itu tidak dikenal dengan melihat ukuran kedudukan seseorang, atau karena sekedar prasangka. Kenalilah kebenaran maka engkau akan mengetahui siapa-siapa yang mengusungnya. Kenalilah kebatilan, maka engkau juga akan mengetahui siapa-siapa pengusungnya.”[13]

باكر تسعد

“Bersegeralah (dalam beramal) maka engkau akan beruntung.”[14]

من لانت كلمته، وجبت محبته

“Siapa yang lemah lembut kata-katanya, maka sudah menjadi keharusan ia akan dicintai banyak orang.”[15]

ولا يستحي إذا سئل عما لا يعلم أن يقول: لا أعلم، ولا يستحي أن يتعلم إذا لم يعلم

 

“Jangan kalian malu ketika ditanya tentang hal yang kalian memang tidak tahu untuk mengatakan : ‘Aku tidak tahu’. Dan jangan kalian malu untuk belajar jika tidak mengetahui.”[16]

تغافل عن المكروه توقر

“Taghaful (tak ambil pusing) terhadap hal yang tak disukai akan mendatangkan kehormatan.”[17]

حلمك على السفيه يكثر أنصارك عليه

“Sikap santunmu kepada orang yang berlaku buruk kepadamu, akan memperbanyak pembelamu terhadap kejahatannya.”[18]

نعم القرين الرضى

“Sebaik-baik pendamping adalah sifat Ridha.”[19]

‌العلم ‌خير ‌من ‌المال، العلم يحرسك وأنت تحرس المال. العلم يزكو على العمل والمال تنقصه النفقة

 

“Ilmu lebih baik dari pada harta. Ilmu itu menjagamu, sedangkan harta engkau yang menjaganya. Ilmu bertambah ketika dibagikan, sedangkan harta akan berkurang ketika diberikan.”[20]

تكلموا ‌تعرفوا، فإن المرء مخبوء وراء لسانه

“Bicaralah, maka engkau akan dikenal dari cara bicaramu. Karena hakikatnya rahasia seseorang itu tersembunyi di belakang lisannya.”[21]

Wallahu a’lam.


[1] Al I’jaz wa Ijaz hal. 35

[2] Majani al Adab (2/67)

[3] Mwaidh ash Shahabah hal. 66

[4] Al I’jaz wa Ijaz hal. 35

[5] Riwayat Bukhari no. 127

[6] Ihya Ulumuddin (3/296)

[7] Majani al Adab (2/67)

[8] Al Iman hal. 85

[9] Tarikh Damsyiq (9/139)

[10] Majani al Adab (2/67)

[11] Mawa’idh as Shahabah hal. 51

[12] Majani al Adab (2/67)

[13] Ansab al Asyraf (2/238)

[14] Majani al Adab (2/67)

[15] Al Aqdud Farid (2/138)

[16] Al Iman hal 85

[17] Majani al Adab (2/67)

[18] Al Aqdud Farid (2/138)

[19] Tadzkiratul Hamudiyah (1/251)

[20] Hilyatul Aulia (1/80)

[21] Dirasat wa Taujihat al Islamiyah hal. 89

Wednesday 12 July 2023

MUTIARA NASEHAT ALI BIN ABI THALIB

 

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

‌الصبر ‌من ‌الإيمان ‌بمنزلة ‌الرأس ‌من ‌الجسد

 “Kedudukan sabar bagi iman itu seperti kedudukan kepala bagi tubuh.[1]

إن الله تعالى ‌جعل ‌مكارم ‌الأخلاق ومحاسنها وصلا بينه وبينكم

 

“Sesungguhnya Allah telah menjadikan akhlaq yang mulia dan adab yang baik sebagai perantara hubungan Dia dengan kalian.”[2]

 

وأحسن إلى من شئت تكن أميره

“Berbuat baiklah kepada siapapun yang engkau mau, maka engkau akan menjadi orang yang dipatuhinya.”[3]

 

طوبي لكل عبد نومة عرف الناس ولم يعرفه الناس عرفه الله برضوان أولئك مصابيح الهدى يكشف الله عنهم كل فتنة مظلمة سيدخلهم الله في رحمة منه ليسوا بالمذاييع البذر ولا الجفاة المرائين.

 Beruntunglah bagi setiap hamba yang tersembunyi. Dia mengenal manusia, tetapi manusia tidak mengenalnya, dan Allah mengetahuinya dengan keridhaan. Mereka itulah pelita hidayah. Allah menyingkirkan setiap fitnah yang gelap dari mereka. Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya. Mereka itu bukan pengumbar yang membuang-buang pahala, dan bukan pula pengelana yang suka pamer.[4]

 

ألا أنبئكم بالفقيه حق الفقيه ؟ من لم يقنط الناس من رحمة الله ، ولم يرخص لهم في معاصي الله ، ولم يؤمنهم مكر الله ، ولم يترك القرآن إلى غيره.

Maukah kalian aku khabarkan siapa  ahli agama yang sebenarnya ? yaitu orang yang tidak membuat manusia berputus asa terhadap rahmat Allah tapi juga tidak membuat mereka merasa aman dari adzab Allah. Tidak memberi mereka kelonggaran dalam melakukan maksiat kepada Allah, dan tidak membiarkan al-Qur’an ditinggalkan karena sebab ada sumber ilmu yang lain.”[5]

 

‌لو ‌حننتم ‌حنين ‌الوله ‌العجال، ودعوتم دعاء الحمام، وجأرتم جؤار متبتلي الرهبان، ثم خرجتم إلى الله من الأموال والأولاد التماس القربة إليه في ارتفاع درجة عنده، أو غفران سيئة أحصاها كتبته، لكان قليلا فيما أرجو لكم من جزيل ثوابه، وأتخوف عليكم من أليم عقابه

 “Seandainya kalian merintih seperti rintihan perempuan yang kehilangan anaknya, berdoa seperti doanya burung merpati, dan berseru dalam doa seperti para rahib. Kemudian kalian keluar menuju Allah dengan menelantarkan harta benda dan anak-anak demi mencari kedekatan kepadaNya dalam ketinggian derajat di sisi-Nya, atau mengharapkan ampunan atas dosa-dosa yang telah dihitung oleh para malaikat pencatat-Nya, maka menurutku kecil kemungkinannya kalian diberi pahala, dan aku justru mengkhawatirkan kalian akan menerima siksa-Nya yang pedih.[6]

ولا خير في عبادة ليس فيها تفقه ، ولا خير في فقه ليس فيه تفهم ، ولا خير في قراءة ليس فيها تدبر

Tidak ada kebaikan dalam ibadah yang tidak disertai ilmu, dan tidak ada kebaikan dalam ilmu yang tidak disertai pemahaman, dan tidak ada kebaikan dalam bacaan yang tidak disertai perenungan.[7]

خير أموالك ما كفاك

“Sebaik-baik hartamu, adalah yang mencukupimu (dari meminta-minta).”[8]

فإن الله لم يخلقكم عبثا... بل أكرمكم بالنعم السوابغ، وأرفدكم بأوفر الروافد، وأحاط‍ بكم الإحصاء، وأرصد لكم الجزاء في السراء والضراء. وجدوا في الطلب، وبادروا بالعمل مقطع النهمات، وهادم اللذات. فإن الدنيا لا يدوم نعيمها، ولا تؤمن فجائعها. غرور حائل، وشبح فائل

Sesungguhnya Allah tidaklah menciptakan kalian sia-sia.  Sebaliknya, Dia memuliakan kalian dengan limpahan karunia, menghitung kalian dengan perhitungan yang menyeluruh, dan menunggu kalian dengan balasan. Bersungguh-sungguhlah dalam mencari, dan dahuluilah pemutus kenikmatan dan penghancur kelezatan dengan amal. Karena dunia ini tidak langgeng nikmatnya dan tidak aman kejutan-kejutannya. Waspadailah kecohan penghalang, bayangan orang yang berangan-angan, dan sandaran orang yang berpaling.[9]

واعتبروا بالآيات والأثر، وازدجروا بالنذر، وانتفعوا بالمواعظ‍. فكأن قد علقتكم مخالب المنية، وضمكم بيت التراب، ودهمتكم مقطعات الأمور بنفخة الصور، وبعثرة القبور، وسياقة المحشر، وموقف الحساب، بإحاطة قدرة الجبار.

Petiklah nasihat dari ayat dan atsar, serta waspadailah peringatan! Seolah-olah jerat kematian telah mengenai kalian, rumah yang terbuat dari tanah (kubur) telah menaungi kalian, dan pemutus perkara telah menghentikan kalian dengan tiupan sangkakala, kebangkitan kubur, penggiringan menuju Mahsyar, berdiri untuk dihisab, dengan diliputi kekuasaan Tuhan yang Maha Perkasa.[10]

‌إذا ‌كان ‌يوم ‌القيامة ‌أتت ‌الدنيا ‌بأحسن ‌زينتها، ثم قالت: يا رب هبني لبعض أوليائك، ويقول الله لها: يا لا شيء اذهبي فأنت لا شيء، أنت أهون علي من أن أهبك لبعض أوليائي فتطوى كما يطوى الثوب الخلق فتلقى في النار

 Pada Hari Kiamat nanti, dunia datang dengan perhiasannya yang paling indah, kemudian dia berkata: “Ya Rabbi, berikanlah aku kepada sebagian kekasih-kekasihMu.” Lalu Allah berfirman: “Pergilah, karena kamu tidak ada nilainya. Kamu terlalu hina untuk kuberikan kepada sebagian kekasihKu.” Kemudian dia dilipat seperti pakaian yang usang, lalu dilemparkan ke dalam neraka.”[11]

‌التقوى: ‌هي ‌الخوفُ ‌من ‌الجليل، والعملُ بالتنزيل، والقناعةُ بالقليل، والاستعدادُ ليوم الرحيل

 “Taqwa adalah engkau takut kepada yang maha Besar, mengamalkan kitab yag telah diturunkan, qana’ah terhadap rezeki yang sedikit, dan senantiasa bersiap menyambut hari kepergian (mati).”[12]

اتقوا الله تقية من كنع فخنع، ووجل فرحل، وحذر فأبصر فازدجر. فاحتث طلبا، ونجا هربا، وقدم للمعاد، واستظهر بالزاد، وكفى بالله منتقما وبصيرا، وكفى بالكتاب خصما وحجيجا، وكفى بالجنة ثوابا وكفى بالنار وبالا وعقابا، وأستغفر الله لي ولكم

“Bertaqwalah kepada Allah seperti tunduknya orang yang gentar lalu tunduk, seperti takutnya orang yang takut lalu pergi, dan seperti takutnya orang yang waspada lalu melihat dan menyingkir, lalu dia bersungguh-sungguh dalam mencari jalan, selamat dengan lari, tiba di tempat tujuan, dan mengeluarkan bekal.

Cukuplah Allah sebagai Yang Maha Membalas dan Maha Melihat. Cukuplah catatan amal sebagai seteru dan penyampai argumen. Cukuplah surga sebagai balasan. Dan cukuplah neraka sebagai bencana dan hukuman..”[13]

‌الناس ‌أعداء ‌ما ‌جهلوا

“Manusia itu akan cenderung memusuhi sesuatu yang tidak dia ketahui.”[14]

أشد الأعمال ثلاثة: ‌إعطاء ‌الحق ‌من ‌نفسك، وذكر الله تعالى على كل حال، ومواساة الأخ في المال

Amal yang paling berat itu ada tiga, yaitu memberikan hak dari dirimu, mengingat Allah dalam setiap keadaan, dan bersikap lunak kepada sesama saudara dalam masalah harta benda.”[15]

‌كونوا ‌لقبول ‌العمل ‌أشد ‌اهتماما ‌منكم ‌بالعمل، فانه لن يقل عمل مع المتقوى

 Jadilah orang yang lebih perhatian terhadap diterimanya amal daripada terhadap amal itu sendiri. Karena amal yang disertai dengan ketakwaan itu bukanlah amal yang sedikit.[16]

ولا خير في الدنيا إلا لأحد رجلين رجل أذنب ذنبا فهو تدارك ذلك بتوبة، أو رجل يسارع في الخيرات

 “Tidak ada kebaikan di dunia ini kecuali milik salah satu dari dua orang. Yaitu seseorang yang berbuat dosa lalu dia menutupinya dengan bertaubat, atau seseorang yang bersegera menuju kebaikan-kebaikan.[17]

ليس ‌الخير ‌أن ‌يكثر مالك وولدك، ولكن الخير أن يكثر علمك، ويعظم حلمك، وأن تباهي الناس بعبادة ربك، فإن أحسنت حمدت الله، وإن أسأت استغفرت الله

 Bukanlah kebaikan itu pada banyaknya harta dan keturunanmu. Akan tetapi kebaikan adalah pada banyaknya amalmu, besarnya kesantunanmu, dan bisa menyaingi manusia dengan ibadahmu kepada Tuhanmu. Apabila kamu berbuat baik maka kamu memuji Allah. Dan apabila kamu berbuat buruk maka kamu memohon ampun kepada Allah.[18]

إن أخوف ما أتخوف عليكم اثنتين: اتباع الهوى، وطول الأمل، ‌فأما ‌اتباع ‌الهوى ‌فيصد ‌عن ‌الحق، وأما طول الأمل فينسي الآخرة

Sesungguhnya yang paling saya takuti adalah mengikuti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Mengikuti hawa nafsu itu menjauhkan dari kebenaran. Dan panjang angan-angan itu membuat lupa kepada akhirat.[19]

‌بكثرة ‌الصمت ‌تكون ‌الهيبة

“Banyak diam akan mendatangkan wibawa.”[20]

من ‌قصر ‌بالعمل ‌ابتلى ‌بالهم

“Siapa yang sedikit dalam beramal akan ditimpa dengan musibah kecemasan.”[21]

وإن الدنيا قد ارتحلت مدبرة، والآخرة مقبلة، ولكل واحدة منهما بنون، ‌فكونوا ‌من ‌أبناء الآخرة، ولا تكونوا من أبناء الدنيا، فإن اليوم عمل ولا حساب، وغدا حساب ولا عمل

 

“Sesungguhnya dunia itu terus menjauh, sedangkan akhirat terus mendekat. Setiap orang adalah anak dari keduanya. Karena itu, jadilah kalian anak-anak akhirat, dan janganlah kalian menjadi anak-anak dunia. Hari ini adalah hari untuk beramal tanpa ada hisab, dan esok adalah hari hisab tanpa ada amal.[22]

أنصح الناس وأعلمهم بالله؛ أشد الناس حبا وتعظيما ‌لحرمة ‌أهل ‌لا ‌إله ‌إلا ‌الله

 “Manusia yang paling tulus dan yang paling mengenal Allah adalah manusia yang paling besar cintanya dan paling mengagungkan kehormatan para pemilik kalimat lailaha illallah (kaum muslimin).”[23]

العفاف ‌زينة ‌الفقر، والشكر زينة الغنى

“Menahan diri dari meminta adalah perhiasannya orang miskin, dan syukur adalah perhiasannya orang kaya.”[24]

‌نوم ‌على ‌يقين ‌خير ‌من ‌صلاة ‌على ‌شك

“Tidur dalam keadaan yakin (kepada janji Allah) itu lebih baik dari pada mengerjakan shalat namun dalam keraguan (atas janji Allah).”[25]

Wallahu a'lam.

[1] Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (6/172)

[2] Adab Dunya wa Din hal. 231

[3] Al I’jaz wal Ijaz hal. 34

[4] Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (19/321)

[5] Al Faqih wal Mutafaqih (2/338)

[6] Hilyatul Aulia (1/77)

[7] Al Faqih wal Mutafaqih (2/339)

[8] Al I’jaz wal Ijaz hal. 34

[9] Hilyatul Aulia (1/78)

[10] Hilyatul Aulia (1/78)

[11] Kanzul Amal (3/718)

[12] Isti’af al Akhbar (2/261)

[13] Hilyatul Aulia (1/79)

[14] Al I’jaz wa Ijaz hal. 34

[15] Siyar as Salaf wa ash Shalihin (1/208)

[16] Hilyatul Aulia (1/75)

[17] Shifatussahwah (1/120)

[18] Hilyatul Aulia (1/75)

[19] Zuhd lil Mu’afi bin Imran hal. 304

[20] Tadzkiratul Hamudiyah (1/360)

[21] Takmil an Nafa’ hal. 21

[22] Zuhud wa ar Raqaiq li Ibnu Mubarak hal. 86

[23] Hilyatul Aulia (1/74)

[24] Rabi’ al Abrar (5/91)

[25] Jami’ al Ahadits (32/145)