Wednesday 21 September 2016

RAMBU BROADCAST, SHARE DAN COPY PASTE




يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن جَآءَكُمْ فَاسِقُ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَافَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum dengan kebodohan yang menyebabkan kamu akan menyesal.” (Al Hujurat : 6).

Berhati-hati dari berita fasik
Lewat ayat ini seorang muslim diperintahkan untuk senantiasa tabayyun  atas setiap informasi yang ia dapatkan, tidak menelan mentah-mentah, terlebih bila informasinya berisi kefasikan. Dan yang dimaksudkan dengan fasik ada dua kemungkinan, yang pertama pembawa beritanya orang fasik dan yang ketiga isi beritanya fasik.
1.      Pembawa beritanya orang fasik
Di belantara dunia sosmed dimana kefasikan meraja lela,  media yang anti Islam, banyaknya orang iseng, kedengkian meraja lela dan sebagainya, sudah selayaknya kita berhati-hati dalam menerima broadcast informasi. Jika memang belum valid, memang tidak serta merta harus ditolak, tapi tidak juga harus langsung dibenarkan apalagi disebarkan.
2.      Beritanya fasik
Yang kedua sangat mungkin berita yang fasik dibawa oleh orang shalih. Karena siapapun bisa salah atau lupa. Dia bukan sumber pertama, dia hanya meneruskan informasi, dan tidak semua orang baik memiliki kepekaan dan selektif dalam menerima informasi. 

Akibat tidak selektif dalam menerima berita
Seseorang yang gegabah dalam menerima berita, tidak kroscek terlebih dahulu kebenarannya, dan tidak mau menimbang nilai manfaat dan mudharat dari menyebarkannya,  disifati oleh Allah dengan dua kata : (1) Bodoh dan (2) menyesal.

            Secerdas apapun seseorang, bila dia tidak punya kepekaan dalam mengelola berita, hakikatnya dia bodoh. Karena tanda dari ke-aliman adalah kehati-hatian. Dan akibat dari bermudah-mudah dalam mem-broadcast, men-share dan copy paste adalah penyesalan yang berekpanjangan bagi pelakunya. Dia akan menyesal bahkan ketika telah bertaubat, karena tidaklah mudah menarik kembali berita dusta yang pernah ia sebarkan. Dia akan menyesal karena masalahnya begitu banyak kelak diakhirat, berupa tuntutan orang-orang yang dirugikannya karena berita palsu yang ia turut andil di dalamnya.

Maka saudaraku, berhati-hatilah dalam menyebarkan berita.

Wallahu musta’alan.

Tuesday 20 September 2016

MESKI KAFIR TAPI ...



Kita punya seorang pembantu yang sangat ideal. Pembantu ini ramah, elegan, sopan dan sangat baik dengan rekan-rekannya. Di dunia per-pembantu-an kompleks perumahan tempat tinggal kita, dia terkenal supel. Setiap ada pembantu lain yang mengalami masalah dia pasti akan terdepan untuk turun tangan.

Ketika ada tamu berkunjung ke rumah kita, dia layani dengan baik. Setiap ada tetangga atau pedagang lewat depan rumah akan ia sapa dengan ramah. Demikian juga disela-sela waktu longgarnya,  dia gunakan waktunya membantu siapapun yang kerepotan.
Kerjaannya juga cekatan, rapi dan dia rajin sekali. Pendek kata pembantu kita ini hampir tanpa cela, semua sempurna. Dan dari kesempurnaan itu dia hanya punya satu kekurangan. Hanya satu, yaitu : dia tidak mau taat kepada kita !

Dia melakukan semua aktivitas dan kerja sekehendaknya. Ketika kita menyuruh untuk membuatkan hidangan nasi goreng dia buatnya rawon, kita pesannya ikan bakar yang dia hidangkan telur asin. Ketika kita protes : “Mbak kenapa saya pesan A diberinya B ? “ dia jawab, “Maaf tuan saya maunya buat B.”

Pokoknya semuanya sekehendaknya. Saat kita sedang di kamar, tiba-tiba dia masuk dan mengepel kolong tempat tidur, padahal saat itu kita sedang beristirahat dengan pasangan kita. Subhanallah kira-kira apa tindakan kita terhadap pembantu yang ‘sangat sempurna’ ini ?
Satu kata : pecat ! Kita tidak akan rela serumah dengan pembantu yang tidak patuh kepada kita. Yang katanya dia punya seribu keistimewaannya tidak akan ada artinya dengan ‘dosa’-nya yang tidak mau taat. 

Lalu bagaimana bila ada pembantu yang bukan hanya tidak taat, tapi tidak mengakui kita sebagai tuannya ? Dia tinggal di rumah kita, makan dari gaji yang kita berikan, tapi bertuan kepada tetangga sebelah rumah. Dia meyakini bahwa rumah kita, mobil kita, bahkan uang yang kita berikan adalah berasal dari tetangga yang dia tuani.
Sungguh pemilik akal yang masih sehat tidak akan bisa menerima. Kita sepakat bulat, bahwa taat kepada pemilik rumah adalah syarat mutlak pembantu.
Tapi anehnya, ada orang yang menerima logika diatas untuk dunia per-pembantu-an, tapi tidak menerima itu untuk logika peng-hamba-an. Lagaknya mensomasi Allah : Mana keadilan Allah ? Kan meskipun kafir dia sangat baik ? Masak tidak ada nilai kebaikannya ? Masak tidak bisa masuk syurga ?

Situ waras ???

Wallahu musta’an.