Monday, 5 September 2016

TIDAK TAHU BERTERIMA KASIH



Kita sedang berkisah tentang seorang pengusaha yang tadinya sukses, kemudian  mengalami kebangkrutan. Usahanya gulung tikar dan hutang dimana-mana. Keadaan telah berubah total,  yang tadinya hidup serba ada, sekarang hanya apa adanya. Jangankan untuk bisa bekerja membangun usaha kembali, sekedar untuk makan saja susahnya bukan main.
Usaha mencari bantuan seperti sia-sia. Semua relasi dan kenalan paling banter hanya bisa turut prihatin. Dalam kondisi hampir putus asa, datanglah kepadanya seorang sahabat lama, ia datang mengulurkan bantuan. Seraya berkata, “ Saudaraku saya dengar engkau sedang tertimpa ujian ? apa yang bisa saya lakukan untuk membantumu ?”
Maka mulailah ia berkisah tentang masalahnya. Sedu sedan tangisan mengiringi lisannya bertutur. Beratnya beban masalah yang dihadapi seakan tidak menyisakan harapan.
Setelah selesai menyimak, sahabat tersebut berkata, “Baik apa yang bisa saya lakukan untuk membantumu ? berapa dana yang engkau butuhkan untuk melunasi hutang-hutangmu dan untuk membangun usahamu kembali.”
Orang tersebut menjawab, “Mungkin sekitar 2 milyar.”
Sahabat tersebut menjawab, “Kalau uang segitu saya belum ada sekarang. Saya ada 1 milyar, insyaallah pekan depan yang 1 milyar menyusul. Bagaimana ?
Tidak bisa dilukiskan raut lagi raut kegembiraannya mendengar ucapan sahabatnya itersebut. Semangat hidup yang sudah redup kembali berkobar. Dan mulailah ia bangkit membangun usahanya kembali dan melunasi hutag-hutangnya.
Setahun berlalu. Pengusaha ini telah kembali bangkit. Hutangnya pun telah terlunasi. Datanglah ia ke rumah sahabatnya untuk mengembalikan sebagian pinajamannya. Ia disambut dengan luapan kegembiraan sahabatnya tersebut. Namun begitu ia berniat mengembalikan hutangnya, sahabatnya tersebut menjawab : “Akhi, ketika dahulu saya membantu engkau, tidak terbersit sedikitpun aku berharap engkau akan mengembalikannya. Maka aku berharap, gunakan saja uang itu untuk dirimu dan keluargamu. Atau sumbangkan saja ke yatim piatu atau pondok pesantren. Di Sekambing bontang dengar-dengar ada Pesantren Subulana yang sedang berbenah. Salurkan saja kesana.... “ J
Mendapatkan tumpukan kebaikan seperti itu, kira-kira seperti apa sikap pengusaha tersebut kepada sahabatnya ini ? Tentu ia akan menyampaikan ribuan terimakasih, dan selamanya ia tidak akan lupa jasa-jasanya.
Namun ternyata terjadilah sebuah tragedi. Beberapa waktu berselang. Sahabatnya ini punya hajat akan menikahkan putrinya. Dia berharap agar pengusaha ini bisa hadir di hari bahagia putrinya tersebut.
Namun ternyata ia tidak bisa menghadiri. Tanpa pesan atau alasan sebab ketidakhadirannya diacara tersebut kepada sahabatnya.
Bagaimanakah perasan sahabatnya tadi ? Tentu ia akan kecewa. Lebih kecewa lagi setelah ia melihat dinding Facebook sahabatnya yang telah ditolongnya tadi, yang di hari H perhelatan anaknya, ia memposting foto-foto sedang jalan-jalan ke Bali.

Hatinya hancur kala itu. Dan dia pasti akan menvonis bahwa pengusaha tadi adalah sahabat yang tidak tahu diri, orang yang tidak tahu berterimakasih.

Saudaraku, mungkin pengusaha yang tidak tahu balas budi dalam kisah diatas adalah diri kita sendiri. Berapa banyak nikmat yang sudah Allah berikan kepada kita dalam setahun ini ? 2 Milyar, 5 Milyar, 10 Milyar? Tidak terhitung !
Allah telah mengucurkan karuniaNya, mencurahkan rezekiNya, melimpahkan kasih sayang dan ampunanNya dan membentangkan rahmatNya yang begitu luas tak bertepi.
Tapi begitu hari perhelatan Idhul Adha, dimana Dia mengharapkan hadiah terbaik dari kita, kita justru tidak menghadirinya ? Boro-boro membawa hadiah terbaik hadirpun tidak !
Kita enggan berqurban dengan alibi hadiah itu ‘hanya’ sunnah. Namun disaat yang sama kita mampu makan direstoran, jalan-jalan pergi menghambur-hamburkan uang untuk kesenangan.
Sungguh jika demikian, kita adalah orang yang sangat tidak pandai berterimakasih.

No comments:

Post a Comment