Kita punya
seorang pembantu yang sangat ideal. Pembantu ini ramah, elegan, sopan dan
sangat baik dengan rekan-rekannya. Di dunia per-pembantu-an kompleks perumahan
tempat tinggal kita, dia terkenal supel. Setiap ada pembantu lain yang
mengalami masalah dia pasti akan terdepan untuk turun tangan.
Ketika ada
tamu berkunjung ke rumah kita, dia layani dengan baik. Setiap ada tetangga atau
pedagang lewat depan rumah akan ia sapa dengan ramah. Demikian juga disela-sela
waktu longgarnya, dia gunakan waktunya membantu
siapapun yang kerepotan.
Kerjaannya
juga cekatan, rapi dan dia rajin sekali. Pendek kata pembantu kita ini hampir
tanpa cela, semua sempurna. Dan dari kesempurnaan itu dia hanya punya satu
kekurangan. Hanya satu, yaitu : dia tidak mau taat kepada kita !
Dia melakukan semua
aktivitas dan kerja sekehendaknya. Ketika kita menyuruh untuk membuatkan
hidangan nasi goreng dia buatnya rawon, kita pesannya ikan bakar yang dia
hidangkan telur asin. Ketika kita protes : “Mbak kenapa saya pesan A diberinya
B ? “ dia jawab, “Maaf tuan saya maunya buat B.”
Pokoknya
semuanya sekehendaknya. Saat kita sedang di kamar, tiba-tiba dia masuk dan
mengepel kolong tempat tidur, padahal saat itu kita sedang beristirahat dengan
pasangan kita. Subhanallah kira-kira apa tindakan kita terhadap pembantu yang ‘sangat
sempurna’ ini ?
Satu kata : pecat
! Kita tidak akan rela serumah dengan pembantu yang tidak patuh kepada kita. Yang
katanya dia punya seribu keistimewaannya tidak akan ada artinya dengan ‘dosa’-nya
yang tidak mau taat.
Lalu bagaimana
bila ada pembantu yang bukan hanya tidak taat, tapi tidak mengakui kita sebagai
tuannya ? Dia tinggal di rumah kita, makan dari gaji yang kita berikan, tapi
bertuan kepada tetangga sebelah rumah. Dia meyakini bahwa rumah kita, mobil
kita, bahkan uang yang kita berikan adalah berasal dari tetangga yang dia
tuani.
Sungguh pemilik
akal yang masih sehat tidak akan bisa menerima. Kita sepakat bulat, bahwa taat kepada
pemilik rumah adalah syarat mutlak pembantu.
Tapi anehnya,
ada orang yang menerima logika diatas untuk dunia per-pembantu-an, tapi tidak
menerima itu untuk logika peng-hamba-an. Lagaknya mensomasi Allah : Mana keadilan
Allah ? Kan meskipun kafir dia sangat baik ? Masak tidak ada nilai kebaikannya
? Masak tidak bisa masuk syurga ?
Situ waras ???
Wallahu musta’an.
No comments:
Post a Comment