Sunday, 11 June 2023

KETIKA DAHULU MEREKA “WISUDA”

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

 Diantara teladan dari salaful ummah adalah mereka sangat menghargai dan mengaggungkan ilmu para pengajarnya. Diantara bentuk penghargaan itu adalah ketika anak-anak mereka menyelesaikan suatu pembelajaran, yang mungkin menurut kita hari ini hal yang sangat sederhana dan banyak disepelekan, tapi mereka begitu sangat bersyukur dan mewujudkan syukur itu dengan memberi hadiah kepada pihak yang telah membmbing pembelajaran anaknya.

Disebutkan riwayat dari cucu imam Abu Hanifah rahimahullah, yang bernama Ismail bin Hammad, ia menceritakan :

لما حذق أبي حمادٌ قراءة الفاتحة، أعطى أبو حنيفة المعلمَ خمس مائة درهم

“Ketika ayahku, Hammad menyelesaikan hafalan al Fatihahnya dengan mutqin, kakekku Abu Hanifah memberikan kepada guru pembimbingnya 500 dirham ( sekitar 40 juta rupiah).”[1]

Ibnu Raqiq menceritakan :

عبد الله بن غانم القاضي كان له ابن، فجاء من عند معلمه فسأله عن سورته وحفظه، فقرأ عليه أم القرآن فأحسن في قراءته، فدفع إليه عشرين دينارا

“Al Qadhi Abdullah bin Ghanim mempunyai seorang anak laki-laki. Ketika ia pulang dari rumah gurunya, ia menanyakan apa yang telah ia pelajari dan yang telah ia hafalkan dari al Qur’an. Maka sang anak membacakan surah al Fatihah dengan bacaan yang bagus.

Karena gembiranya, sang Qaqhi lalu mengirimkan hadiah kepada guru ngaji anaknya sebesar 20 dinar ( senilai 80 juta rupiah).”[2]

Dalam riwayat lain, ketika menerima hadiah tersebut, guru dari anaknya tersebut menolak karena merasa tidak pantas untuk menerima hadiah sebesar itu hanya karena mengajarkan al Fatihah. Sang guru mengatakan :

ما أتيت من هذا، وإنما ظننت ظنا

“Apa ini yang engkau berikan ?  jangan membuatku berprasngka yang bukan-bukan.”

Maka sang Qadhi menjawab :

لم يحضرني غيرها يا معلم، أتدري ما علمته؟ علمته (الْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ). لحرف واحد مما علمته خير من الدنيا وما فيها

“Aku hanya memberi segitu wahai guru. Tahukah engkau apa yang telah dirimu ajarkan kepada anakku ? Engkau telah mengajarkan surah al Fatihah yang satu huruf darinya yang telah engkau ajarkan lebih baik dari pada dunia dan seisinya !”[3]

Subhanallah. Bandingkan dengan para orang tua hari ini, yang sangat tak pandai bersyukur atas nikmat yang agung anaknya bisa menguasai ilmu yang diajarkan oleh gurunya.  Bahkan tak sedikit yang bersikap meremehkan dan merendahkan ilmu agama dan ahlinya.

Itulah mungkin diantara sebab mengapa kemudian Allah mencabut keberkahan ilmu dari sebagian mereka. Wal iyadzubillah.



[1] Manaqib al Imam Abu Hanifah hal. 18

[2] Al Mi’yar (8/246)

[3] Riyadh an Nufus (1/218)

No comments:

Post a Comment