Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq
Nama dan Nasabnya
Terdapat
perbedaan pendapat tentang nama Abu Hurairah radhiyallahu’anhu sebelum beliau masuk
Islam. Ada yang mengatakan bahwa namanya adalah ‘Abd Syams bin Shakhr, ada pula
yang mengatakan ‘Abd ‘Amr bin ‘Abd Ghanm, dan pendapat lainnya. Setelah memeluk
Islam, namanya juga diperselisihkan, tetapi yang paling masyhur adalah
‘Abdurrahman bin Shakhr. Diriwayatkan bahwa beliau berkata, “Nama saya di masa
Jahiliah adalah ‘Abd Syams bin Shakhr, lalu Rasulullah ﷺ menamakan saya
‘Abdurrahman.”
Apapun
nama aslinya, kunyah (julukan) Abu Hurairah lebih dikenal dan digunakan hingga
tidak lagi disebutkan kecuali merujuk kepadanya. Abu Hurairah sendiri
menjelaskan asal kunyahnya :“Aku dulu menggembalakan kambing keluargaku, dan
aku memiliki anak kucing kecil. Pada malam hari, aku menaruhnya di atas pohon,
dan saat siang, aku membawanya bersamaku untuk bermain. Karena itu, mereka
memanggilku Abu Hurairah.”
Nasabnya
berasal dari suku Daus yang merupakan cabang dari suku Azd di Yaman. Beliau
wafat pada tahun 57 H, menurut pendapat lain pada tahun 58 H atau 59 H, dalam
usia 78 tahun. Pendapat terakhir dilemahkan oleh imam adz Dzahabi, sementara
Ibnu Hajar menguatkan pendapat pertama. Beliau wafat di Madinah Munawwarah,
meskipun ada yang menyebutkan di al ‘Aqiq, sekitar sepuluh mil dari Madinah,
dan kemudian jenazahnya dibawa ke Madinah untuk dimakamkan di Baqi’. Di antara
yang ikut menyolatkan beliau adalah Abdullah bin Umar dan Abu Sa’id al-Khudri
radhiyallahu 'anhuma.
Islam dan Persahabatannya
Sayidina Abu
Hurairah memeluk Islam pada tahun Khaibar, tepatnya di bulan Muharram tahun 7
H, dan beliau ikut serta dalam peristiwa Khaibar bersama Rasulullah ﷺ. Diriwayatkan dari
Sa’id bin al-Musayyib, dari Abu Hurairah, yang berkata: “Kami ikut bersama
Rasulullah ﷺ
pada hari Khaibar...”
Beliau
juga menyaksikan peristiwa-peristiwa lain setelahnya. Dengan demikian, beliau
mendapatkan keutamaan berjihad di jalan Allah sekaligus kemuliaan menjadi
sahabat Rasulullah ﷺ.
Abu Hurairah menyertai Rasulullah ﷺ sejak masuk Islam hingga wafatnya beliau,
lebih dari empat tahun. Selama itu, ia secara konsisten mengikuti Rasulullah ﷺ dan belajar dari
beliau, dan senantiasa melayani beliau, tanpa terhalang oleh kesibukan dagang,
urusan harta, atau pekerjaan lainnya.
Abu Hurairah
berkata: “Kalian mengatakan bahwa Abu
Hurairah (dirinya sendiri) terlalu
banyak meriwayatkan hadis dari Rasulullah ﷺ. Ketahuilah, aku
adalah seorang miskin yang selalu menyertai Rasulullah ﷺ hanya demi mengisi
perutku. Para Muhajirin sibuk berdagang di pasar, sementara kaum Anshar sibuk
mengurus harta mereka. Aku hadir di majelis Rasulullah ﷺ dan mendengar sabda
beliau: Siapa yang membentangkan selendangnya hingga aku selesai berbicara,
lalu menggenggamnya, ia tidak akan melupakan sesuatu pun yang ia dengar dariku.
Maka aku bentangkan selendangku hingga beliau selesai berbicara, kemudian aku
menggenggamnya. Demi Allah, aku tidak lupa sedikitpun setelah itu.”
Dari
pernyataan tersebut, kita dapat memahami bagaimana keberkahan persahabatannya beliau
dengan Rasulullah ﷺ.
Allah ta’ala mengaruniakan kepadanya kemampuan untuk menghafal apa yang ia
dengar dari Rasulullah ﷺ
dan tidak melupakannya.
Cinta dan Pengabdian kepada
Rasulullah ﷺ
Abu Hurairah
sangat mencintai Rasulullah ﷺ,
mempercayakan keadaan dirinya kepada beliau sepenuhnya, dan selalu berusaha
mendekatkan diri dengan melakukan apa yang Rasulullah ﷺ sukai.
Ia sangat sedih jika Rasulullah ﷺ direndahkan, bahkan oleh orang
terdekatnya. Diriwayatkan bahwa ia pernah berkata :
“Aku biasa mengajak ibuku masuk
Islam, tetapi ia menolak. Suatu hari aku mengajaknya lagi, tetapi ia mengatakan
sesuatu yang tidak kusukai tentang Rasulullah ﷺ. Aku pun mendatangi
Rasulullah ﷺ
sambil menangis, lalu berkata: ‘Wahai Rasulullah, aku biasa mengajak ibuku
kepada Islam, tetapi ia menolak. Hari ini aku mengajaknya lagi, tetapi ia
mengatakan hal yang buruk tentangmu. Berdoalah kepada Allah agar memberi
hidayah kepada ibunda Abu Hurairah.’ Rasulullah ﷺ kemudian berdoa: Ya
Allah, berilah hidayah kepada ibunda Abu Hurairah.”
“Aku pun pulang dengan penuh
harap. Ketika sampai di rumah, pintu dalam keadaan tertutup. Aku mendengar
suara air dan ibuku berkata: Tetaplah di tempatmu, wahai Abu Hurairah!
Aku mendengar ibuku mandi, lalu mengenakan pakaian dan kerudungnya. Setelah itu
ia membuka pintu dan berkata: Wahai Abu Hurairah, aku bersaksi bahwa tidak
ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”
“Aku kembali kepada Rasulullah ﷺ sambil menangis
karena gembira. Aku berkata: ‘Wahai Rasulullah, kabar baik! Allah telah
mengabulkan doamu dan memberi hidayah kepada ibuku.’ Rasulullah ﷺ memuji Allah dan
mengucapkan kebaikan.”
Hadis
ini menunjukkan cinta Abu Hurairah kepada Rasulullah ﷺ yang begitu mendalam
dan penghargaannya terhadap doa restu dari beliau.
Ilmu dan Keutamaannya
Abu
Hurairah radhiyallahu’anhu adalah salah satu sahabat yang paling banyak
meriwayatkan hadits. Para sahabat lainnya, seperti Zaid bin Tsabit, Abdullah
bin Umar, Aisyah, dan Anas bin Malik, juga meriwayatkan darinya. Selain
meriwayatkan hadis, banyak sahabat dan tabiin yang meminta fatwa darinya. Imam
Syafi’i menyebutkan bahwa ia sering diberi mandat untuk memberikan fatwa dalam
masalah-masalah yang sulit.
Menurut
Imam Bukhari, lebih dari 800 orang meriwayatkan hadis darinya. Di antara yang
paling banyak meriwayatkan darinya adalah Abu Salamah bin Abdurrahman, Said bin
Musayyib, dan lainnya.
Kesalehan dan Ibadahnya
Abu Hurairah
dikenal sebagai sosok yang sangat taat dan kuat beribadah. Beliau sering
membagi malamnya menjadi tiga bagian: sepertiga untuk shalat, sepertiga untuk
membaca al Qur'an, dan sepertiga untuk tidur. Ia juga rajin berpuasa Senin dan
Kamis, serta sering mengingatkan umat Islam untuk berlindung dari siksa neraka.
Al imam Ibnu Katsir berkata : “Abu
Hurairah berkata: Aku membagi malam menjadi tiga bagian. Sepertiga untuk
membaca Al-Qur'an, sepertiga untuk tidur, dan sepertiga untuk mengingat hadis
Rasulullah ﷺ.”
Dari Abu Utsman An Nahdi, ia
berkata,”Aku pernah bermalam bersama Abu Hurairah selama tujuh hari. Dan
menjadi kebiasaan Abu Hurairah, isteri dan pembantunya untuk saling bergantian
menjadikan malam tiga bagian.Seorang dari mereka shalat kemudian membangunkan
yang lainnya …”
Warisan Ilmu dan Hikmah
Abu Hurairah radhiyallahu’anhu
meninggalkan banyak pelajaran berharga melalui hadis yang diriwayatkannya dan
nasihat yang diberikannya. Ia adalah teladan dalam kecintaan kepada Rasulullah ﷺ, pengabdian, serta
kerendahan hati dan kedermawanan. Semoga Allah meridhai beliau dan
menjadikannya teladan bagi kita semua.