Kami terlibat obrolan asyik selepas menerima kunjungan seorang shahabat yang datang ke Subulana dengan membawa serta kedua istrinya.
Syaikh Rai berkata, "Kalian luar biasa, sepertinya ta'ddud (poligami) tidak terlalu bermasalah disini. Kalau di Mesir ini musykilah kabirah (masalah besar)."
Saya memberi komentar, "Disini juga masih menjadi masalah dan bahkan
sumber fitnah. Tapi paling tidak, kami selangkah lebih baik dari Mesir
dan bangsa Arab dalam masalah Ta'addud."
Syekh Ali bertanya, " Apa itu ?"
Saya menjawab, "Kalian menamai istri kedua, ketiga dan seterusnya dengan Dhorroh (bahaya) sedangkan kami menamai dengan 'Asl (madu)."
Serempak mereka berkomentar : 'Asl !!!???'
Saya jawab sok bangga : "Iya, madu."
Kedua syekh mengangguk-angguk.
Saya menyambung perkataan, "Harapan kami dengan nama yang baik akan mendatangkan kebaikan, sebagaimana manisnya madu.
Sebagian ahli bahasa kami mengatakan istilah 'madu' berasal dari kata “memadukan,” dinamakan demikian sebab seorang suami telah memadukan istri-istrinya. sebagaimana firman Allah :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (Al-Hujurat: 10)
Syekh Ali mengungkapkan kekagumannya : "Ajiib !"
Saya : "Tapi ya gitu, baru sekedar nama, belum merubah esensi. Ta'addud masih menjadi sumber masalah karena dibenci orang yang belum paham atau disalahgunakan si hidung belang."
Syekh Rai langsung menimpali : "Berarti sekarang kami tahu ada madu yang rasanya pahit..."
Kamipun tertawa.
Syekh Ali bertanya, " Apa itu ?"
Saya menjawab, "Kalian menamai istri kedua, ketiga dan seterusnya dengan Dhorroh (bahaya) sedangkan kami menamai dengan 'Asl (madu)."
Serempak mereka berkomentar : 'Asl !!!???'
Saya jawab sok bangga : "Iya, madu."
Kedua syekh mengangguk-angguk.
Saya menyambung perkataan, "Harapan kami dengan nama yang baik akan mendatangkan kebaikan, sebagaimana manisnya madu.
Sebagian ahli bahasa kami mengatakan istilah 'madu' berasal dari kata “memadukan,” dinamakan demikian sebab seorang suami telah memadukan istri-istrinya. sebagaimana firman Allah :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (Al-Hujurat: 10)
Syekh Ali mengungkapkan kekagumannya : "Ajiib !"
Saya : "Tapi ya gitu, baru sekedar nama, belum merubah esensi. Ta'addud masih menjadi sumber masalah karena dibenci orang yang belum paham atau disalahgunakan si hidung belang."
Syekh Rai langsung menimpali : "Berarti sekarang kami tahu ada madu yang rasanya pahit..."
Kamipun tertawa.
No comments:
Post a Comment