Berikut
ini adalah kisah dari sirah yang bisa kita ambil ibrahnya berupa kiat-kiat
menanamkan kejujuran kepada anak, sahabat, murid dan siapapun dari
saudara-saudara kita kaum muslimin. Semoga bermanfaat.
Apa Khabar Untamu
?
Khawat
bin Jubair berkisah, "Saya berkemah disebuah tempat bersama Rasulullah
shalallahu 'alaihi wasallam. Pada suatu saat, di seberang tenda kami ada
beberapa wanita. Lalu aku berdandan dan berhasrat melewati wanita-wanita
itu."
Ketika aku berjalan keluar, Tidak
kusangka aku bertemu Rasulullah. Beliau menyapaku, "Hai Abu Abdillah, apa
yang membuatmu berjalan menuju kaum perempuan itu ?"
Karena malunya aku kepada
Rasulullah, akupun berbohong, "Ya Rasulullah, unta saya tersesat, saya
sedang mencari tali untuk mengikatnya."
Kemudian
Rasulullah berlalu, dan akupun membatalkan niatku berjalan kearah kaum
perempuan. Setelah beberapa saat aku berjumpa Rasulullah di dalam kemah, beliau
bertanya, "Wahai Abu Abdillah, bagaimana khabar untamu yg tersesat itu."
Saya hanya diam tidak menjawabnya.
Kemudian
berlalulah waktu dan kami telah kembali ke Madinah. Setiap kali beliau bertemu
denganku, beliau berkata, "Wahai abu Abdillah, bagaimana khabar untamu
yang tersesat itu ?"
Pada suatu
waktu, aku shalat berjama'ah. Dan aku
selalu mencari tempat yang jauh dari pandangan Rasulullah sejak perisiwa
itu. Ketika aku sedang shalat sunnah,
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam tiba-tiba datang dan shalat disampingku.
Aku sengaja melamakan shalat agar Rasulullah segera pergi dan meninggalkan
saya.
Beliau shalat dengan raka'at yg
pendek. Selesai shalat beliau nampak memperhatikanku, lalu ia bersabda,
"Panjangkanlah raka'at shalatmu semaumu wahai Abu Abdillah, saya tetap
akan disini sampai kamu selesai.
Karuan hati saya jadi galau.
Selesai salam aku menghadap kepada beliau, nampak wajah beliau bersinar karena
senyuman lalu berkata, "Wahai Abu Abdillah, bagaimana khabar untamu yang
tersesat itu ?"
Akhirnya saya meminta maaf kepada
beliau dan menceritakan yang sebenarnya. Saya berkata, "Ya Rasulullah
tidak ada yg tersesat dariku semenjak aku masuk islam."
Maka beliau tersenyum dan
berkata, "Semoga Allah merahmatimu." Beliau mengulang doa itu tiga
kali. Dan setelah saat itu, beliau tidak pernah lagi setiap berjumpa denganku
memberi pertanyaan, "Wahai Abu Abdillah, bagaimana khabar untamu yang
tersesat itu ?"
Ibrah
Pelajaran cara menanamkan kejujuran dan melenyapkan sifat
bohong.
1. Hendaknya orang yang hendak menangani kasus kebohongan seseorang
itu adalah orang yang dihormatinya.
2. Tidak langsung membongkar aib kedustaannya secara langsung
meskipun aroma kebohongan itu sudah sangat kuat. Tunggu waktu yang tepat untuk
menuntaskan kebohongan seseorang. Keadaan khawat yang sudah sangat merasa
bersalah, ketika dia sedang shalat, seorang diri, dan merasa bahwa dia tidak
mungkin mengelak, barulah Rasulullah menuntut kejujuran Khawad.
3. Tidak membongkar aib kebohongan dihadapan orang lain. Rasulullah
sebenarnya mengetahui dan kita saja bisa mencium aroma bohong dari perkataan
shahabat tersebut, memangnya apa hubungannya unta lepas dengan mendekati
kerumunan wanita ? Tapi meski demikian, beliau tidak menembak jatuh ditempat
/dihadapan para wanita-wanita tersebut.
4. Jadikan jawaban kebohongan dari yang bersangkutan sebagai sarana
menegur dan menimbulkan rasa ‘bersalah’ kepada yang bersangkutan. Rasulullah
berkali-kali bertanya kepada Khawat : “Bagaimana khabar untamu?” dan setiap
kali menjawab dengan kebohongan, Khawad semakin merasa tersiksa.
5. Bersabar dalam meluruskan seseorang yang sedang berbohong.
Karena dusta atau bohong bukanlah dosa yang biasa, ia adalah sifat buruk yang
merusak dan sangat susah sembuhnya kalau sudah berjangkit. Maka kita lihat
bagaimana Rasulullah tidak membongkar dusta Khawat dalam sehari tapi dalam
beberapa hari.
6. Tunjukkan jaminan kebaikan kepada orang yang sedang berbohong,
bahwa jika ia mengaku keadaan akan lebih baik. Bahkan dalam kondisi tertentu,
berikan jaminan rasa aman bahwa kita tidak akan menghukumnya karena
kejujurannya.
7. Kalau yang berbohong sudah mengaku, jangan diperpanjang
masalahnya. Tutuplah kasus tersebut jika memang tidak ada kepentingan lagi. Jangan
ditanya dan dikorek kenapa begini dan begitu. Sebagaimana Rasulullah tidak
menanyakan kenapa sampai Khawat membohongi beliau. Selain beliau sudah tahu,
juga akan membuat Khawat semakin tersiksa. Dan rasanya Khawat telah mendapatkan
beban siksa yang sangat berat dengan membohongi Rasulullah shalallahu’alaihi
wasslam.
8. Tutuplah dengan doa dan kalimat –kalimat yang menyejukkan.
Sebagaimana Rasulullah mendoakan untuk Khawat : Semoga Allah merahmatimu,
semoga Allah merahmatimu.”
Semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment