Hisyam
bin Amr ad Damasyqi adalah guru besar
ilmu hadits yang menjadi salah satu dari guru al imam Bukhari. Ketika masa menuntut ilmu dahulu, untuk
membiyayai belajarnya ke Madinah kepada imam Malik bapaknya sampai harus menjual
rumah satu-satunya.
Ketika
awal belajar ia masih kurang adab, suatu hari ia membuat ulah yang membuat imam
Malik sangat marah. Sang imam sampai menyuruh asistennya mencambuk ad Damasyqi
15 kali. Mendapat perlakuan ini Imam Damasyqi
sempat dilanda kekecewaan berat kepada gurunya. Sambil menahan sakit ia berkata
pada imam Malik : “Wahai guru, engkau telah memukul diriku atas perkara yang
tidak sepantasnya mendapat pukulan. Aku tidak halalkan dan akan aku tuntut engkau
sampai hari kiamat !”
Imam
Malik terhenyak seraya berkata : “Baiklah saya akui saya salah, apa kafaratnya
(penebusnya) yang bisa membuatmu ridha ?” ad Damasyqi sambil tersenyum menjawab
“Kafaratnya adalah ajarkan aku 15 hadist.”
Akhirnya
imam Malik mengajarkan 15 hadits kepada muridnya tersebut sebagaimana
tuntutannya. Setelah pelajaran usai, ad Damasyqi
berkata : “Wahai guru, pukullah aku lagi
dan aku minta tambahan hadits sebagai gantinya.” Maka imam Malikpun tertawa.
Faidah :
1. Teladan dari ad Damasyqi dalam menuntut ilmu. Dengan biaya
sebuah rumah ia menimba ilmu, lalu ketika diperlakukan tidak adil oleh gurunya ia
mampu bersikap gantle, Fair dan menyatakan ketidaksukaannya kepada gurunya
secara langsung.
Bandingkan
dengan sebagian penuntut ilmu agama dimasa sekarang, yang ilmunya didapatkan
dengan murah meriah lalu hanya karena perlakuan yang tidak menyenangkan dari
ustadznya lalu dighibah, difitnah dan dikatain macam-macam ; Ustadz seperti apa
itu kerjanya marah-marah.
Seharusnya
ketika kita diperlakukan tidak adil atau didzalimi oleh guru, dan kita tidak
mampu untuk bersabar, maka itu kesempatan kita untuk unjuk gigi menguji siapa
guru kita, katakan langsung dengan terus terang, dan guru yang baik pasti akan mudah rujuk
kepada kebenaran.
2. Teladan dari imam Malik
dalam mengajarkan ilmu. Imam Malik adalah manusia biasa yang bisa keliru. Bisa salah
dalam memberi didikan atau ketidaktepatan beliau dalam menghukum dengan
berlebihan. Namun begitu mendapat kritik dari muridnya, beliau langsung
menyadari kesalahannya. Lalu meminta keridhaan dari anak didiknya. Padahal beliau
ulama besar yang memiliki ribuan murid, dan ad Damasyqi saat itu bukan
siapa-siapa dan belum jadi apa-apa. Bisa saja imam Malik mengusir ad Damasyqi karena
ketidaksopanannya, toh masih banyak orang yang mau berguru kepadanya. Tapi
karena tawadhu’nya beliau yang lebih memilih meminta maaf lalu menebus
kesalahannya.
3. Guru yang Ikhlas dan Tawadhu’ bertemu murid-murid yang juga Ikhlas
dan Sabar, wajar kalau kemudian dari tangan-tangan generasi ini lahir perkara-perkara
besar. Semoga kita bisa meneladi dua imam besar ini, baik sebagai murid dan ketika
menjadi guru.
Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment