Monday, 30 June 2025

BAHASA NABI YANG MEMBUMI


Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

Di antara bentuk keagungan Rasulullah adalah ketika menyampaikan dakwah maka beliau akan  menyesuaikan isi dakwah dengan kondisi, latar belakang, dan tingkat pemahaman orang yang menerimanya. Ucapan beliau tidak hanya fasih dan jelas, tetapi juga penuh hikmah dan sesuai dengan situasi, sehingga pesan dakwah dapat diterima dengan mudah oleh hati dan akal pendengarnya. Ini menunjukkan kesempurnaan akal, keluasan ilmu, serta kebijaksanaan beliau dalam menyampaikan risalah.

Al imam Ibnu Atsir rahimahullah berkata :

أن رسول الله كان أفصح العرب لسانًا، وأوضحَهم بيانًا، وأعذبَهم نطقًا، وأسدَّهم لفظًا، وأبينَهم لهجةً، وأقومَهم حجةً، وأعرفَهم بمواقع الخطاب، وأهداهم إلى طريق الصواب، تأييدًا إلهيًا، ولفظًا سماويًا، وعناية ربانية، ورعاية روحانية

"Adalah Rasulullah adalah orang Arab yang paling fasih lisannya, paling jelas penjelasannya, paling indah ucapannya, paling tepat susunannya, paling jelas logatnya, paling kuat hujjahnya, paling tahu letak-letak kata dalam percakapan, dan paling tepat dalam menunjukkan jalan kebenaran; semua itu adalah dukungan Ilahi, ucapan dari langit, perhatian Rabbani, dan penjagaan ruhani."

Al imam Qadhi ‘Iyadh rahimahullah berkata :

كان صلى الله عليه وسلم من ذلك بالمحل الأفضل والموضع الذي لا يجهل، سلاسة طبع، وبراعة منزع، وإيجاز مقطع، ونصاعة لفظ، وجزالة قول، وصحة معان، وقلة تكلف، أُوتي جوامع الكلم، وخُص ببدائع الحكم، وعُلِّم ألسنة العرب، يُخاطب كل أمة بلسانها، ويُحاورها بلغتها، ويُباريها في منزع بلاغتها


"Beliau berada pada derajat kefasihan yang paling utama, dengan kelembutan tabiat, keindahan penyampaian, kejelasan lafaz, kekuatan makna, dan tanpa kepura-puraan. Beliau diberi jawami‘ al-kalim, dikhususkan dengan hikmah-hikmah yang menakjubkan, dan diajarkan berbagai dialek Arab. Beliau berbicara dengan setiap kaum dalam bahasa mereka, berdebat dengan logat mereka, dan menandingi mereka dalam gaya retorika mereka."[1]

Bahkan, Nabi bukan hanya menyesuaikan dakwah dari sisi isi (konten), tetapi juga dari sisi logat dan dialek (uslub dan lahjah) yang beliau gunakan dalam berdialog. Beliau mampu berbicara dengan gaya bahasa yang sesuai dengan latar kabilah atau adat lisan orang yang diajak bicara, sehingga pesan dakwah lebih mudah dipahami dan lebih dalam pengaruhnya. Hal ini merupakan salah satu bentuk kesempurnaan metode komunikasi dan strategi dakwah yang hanya dianugerahkan oleh Allah kepada utusan-Nya yang paling mulia.

Diriwayatkan bahwa sayidina Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu pernah Bersama Rasulullah menemui suatu suku yang berasal dari daerah yang jauh. Saat itu Nabi berkomunikasi dengan mereka dengan menyesuaikan jenis kosa kata yang digunakan hingga gaya bahasa dan juga dialeg beliau .

Hingga hal ini membuat Sayidina  Ali bertanya heran kepada Nabi , Ali berkata : "Wahai Rasulullah, kita ini berasal dari satu ayah (satu bangsa), namun kami mendapati engkau berbicara kepada para delegasi Arab dengan bahasa yang banyak darinya tidak kami pahami."


Maka Beliau menjawab:

أدبني ربِّي فأحسنَ تأديبي

"Tuhanku telah mendidikku, maka Dia memperindah pendidikanku.”[2]

Maka hal ini menjadi pelajaran berharga bagi siapa saja yang menyampaikan ilmu dan kebaikan pada hari ini. Dakwah yang baik bukan diukur dari seberapa tinggi istilah yang digunakan, tetapi dari seberapa baik pesan itu dapat dipahami dan menyentuh hati orang yang mendengarnya. Kalimat-kalimat yang sederhana dan mudah dimengerti sering kali lebih menghidupkan hati daripada ungkapan-ungkapan yang rumit, meskipun secara makna benar.

Karena itu, meneladani Rasulullah dalam cara berbicara dan menyampaikan dakwah merupakan bagian dari kesempurnaan mengikuti sunnah beliau. Semoga Allah menghiasi para juru dakwah di masa kini dengan kelembutan dalam lisan, kejernihan dalam niat, dan kebijaksanaan dalam menyampaikan, sebagaimana Allah telah menganugerahkan semua itu kepada Nabi-Nya yang mulia .

Wallahu a'lam.


[1] Subul al Huda wa Ar Rasyad (2/95)

[2] Dinukil oleh al ‘Ajuni dalam Kasyf al Khafa dan disandarkan kepada al ‘Askaridengan sanad lemah, namun maknanya shahih menurut Ibn Atsir dan Ibn Taymiyyah.